Penggeledahan pertama dilakukan pada Februari 2016 terhadap ruang kerja Kasubdit Perdata Andri Tristiandto usai Andri ditangkap KPK karena kedapatan mendapatkan sekoper uang dari pihak berperkara. Adapun ruang Nurhadi digeledah sebagai kelanjutan tertangkapnya Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Edy Nasution. Tidak hanya itu, Nurhadi juga dicegah ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan KPK.
"Ini membuktikan hasil pengamatan survei bahwa lembaga penegak hukum khususnya pengadilan sebagai lembaga atau instansi yang terkorup. Survei tidak terbantahkan dan operasi tangkap tangan KPK ini menjustifikasi survei tersebut," kata ahli hukum pidana Prof Hibnu Nugroho saat berbincang dengan detikcom, Minggu (24/4/2016).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Dia pasti tahu aturan hukum, apa itu gratifikasi, apa itu suap, apa itu hadiah. Tahu lah mereka pasti," ujar pengajar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.
Pejabat PN Jakpus Edy Nasution dibekuk KPK (dok.detikcom) |
"Ini masalah integritas. Gaji dan remunerasi mereka sudah tinggi, negara sudah memberikan fasilitas berlebih. Dulu selalu beralasan karena gajinya rendah, tapi sekarang malah sebaliknya. Gaji tinggi malah menjadi alasan untuk menaikkan harga: mau nyogok berapa sekarang? Ini sangat memprihatinkan," cetus Hibnu.
Pasca tertangkapnya Andri, MA berjanji akan membenahi sistem dan melakukan pengawasan lebih ketat. Tapi apa daya, belum dua bulan berlalu, janji MA itu tidak membuahkan hasil.
"Kita sudah menempatkan satgas (satuan tugas), dari pengawasan di kantor MA ini. Untuk melakukan pengawasan dan menjajaki kalau ada hal-hal yang mencurigakan. Pengawasan selalu jalan. Bahkan bisa melihat melalui layar, CCTV sudah kami pasang di mana-mana, termasuk kantin," kata Ketua MA Hatta Ali pada 24 Maret 2016. (asp/erd)












































Pejabat PN Jakpus Edy Nasution dibekuk KPK (dok.detikcom)