Beruntun KPK Geledah MA Bukti Pengadilan Sebagai Salah Satu Lembaga Terkorup

Beruntun KPK Geledah MA Bukti Pengadilan Sebagai Salah Satu Lembaga Terkorup

Andi Saputra - detikNews
Minggu, 24 Apr 2016 12:57 WIB
Pejabat MA Andri Tristianto digelandang ke KPK (hasan/detikcom)
Jakarta - Baru berselang dua bulan, KPK kembali mencokok aparat pengadilan karena dugaan suap. Hal ini mengundang keprihatinan yaitu Mahkamah Agung (MA) yang tidak belajar dari kesalahan sebelumnya.

Penggeledahan pertama dilakukan pada Februari 2016 terhadap ruang kerja Kasubdit Perdata Andri Tristiandto usai Andri ditangkap KPK karena kedapatan mendapatkan sekoper uang dari pihak berperkara. Adapun ruang Nurhadi digeledah sebagai kelanjutan tertangkapnya Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Edy Nasution. Tidak hanya itu, Nurhadi juga dicegah ke luar negeri untuk kepentingan penyidikan KPK.

"Ini membuktikan hasil pengamatan survei bahwa lembaga penegak hukum khususnya pengadilan sebagai lembaga atau instansi yang terkorup. Survei tidak terbantahkan dan operasi tangkap tangan KPK ini menjustifikasi survei tersebut," kata ahli hukum pidana Prof Hibnu Nugroho saat berbincang dengan detikcom, Minggu (24/4/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seharusnya, aparat pengadilan merupakan aparat yang paling tahu hukum karena mereka bersentuhan langsung dengan proses mengadili dan penghukuman. Aparat pengadilan harusnyalah memberikan contoh terdepan kepada masyarakat dalam mewujudkan lembaga yang bersih dari segala bentuk nepotisme, kolusi dan korupsi.

"Dia pasti tahu aturan hukum, apa itu gratifikasi, apa itu suap, apa itu hadiah. Tahu lah mereka pasti," ujar pengajar Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto itu.
Pejabat PN Jakpus Edy Nasution dibekuk KPK (dok.detikcom)
Dengan asumsi di atas, maka permasalahan terkait bukanlah masalah sistem atau regulasi yang ada. Tetapi masalah mendasar adalah mental aparatnya yang belum memiliki semangat untuk membersihkan lembaganya dari segala bentuk nepotisme, nepotisme dan kolusi.

"Ini masalah integritas. Gaji dan remunerasi mereka sudah tinggi, negara sudah memberikan fasilitas berlebih. Dulu selalu beralasan karena gajinya rendah, tapi sekarang malah sebaliknya. Gaji tinggi malah menjadi alasan untuk menaikkan harga: mau nyogok berapa sekarang? Ini sangat memprihatinkan," cetus Hibnu.

Pasca tertangkapnya Andri, MA berjanji akan membenahi sistem dan melakukan pengawasan lebih ketat. Tapi apa daya, belum dua bulan berlalu, janji MA itu tidak membuahkan hasil.

"Kita sudah menempatkan satgas (satuan tugas), dari pengawasan di kantor MA ini. Untuk melakukan pengawasan dan menjajaki kalau ada hal-hal yang mencurigakan. Pengawasan selalu jalan. Bahkan bisa melihat melalui layar, CCTV sudah kami pasang di mana-mana, termasuk kantin," kata Ketua MA Hatta Ali pada 24 Maret 2016. (asp/erd)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads