Apa Motif 'Kudeta Pimpinan DPD' ?

Apa Motif 'Kudeta Pimpinan DPD' ?

Ahmad Toriq - detikNews
Kamis, 21 Apr 2016 13:27 WIB
Foto: Elvan Dany S
Jakarta - Isu 'kudeta pimpinan DPD' membuat banyak pihak kaget. Tak sedikit yang bertanya-tanya, apa motif utama para anggota DPD yang menghendaki masa jabatan pimpinan dipotong setengahnya?

Direktur Center For Budget Analysis (CBA) Uchok Khadafi menilai kecil kemungkinan penyebabnya adalah masalah gaji atau fasilitas yang berbeda antara anggota dan pimpinan DPD. Secara fasilitas memang pimpinan DPD mendapatkan rumah dan mobil dinas juga protokol yang melekat, namun dari segi gaji, anggota DPD sebenarnya lebih besar karena mendapatkan tunjangan akomodasi.

Berbagai spekulasi pun muncul ke permukaan, mulai adanya motif syahwat kekuasaan karena ada segelintir anggota DPD yang ingin menjadi pimpinan DPD, bahkan konon ada yang sedang mengejar rekor Muri karena pernah memimpin tiga lembaga di Senayan. Masih banyak spekulasi lain diembuskan sampai yang paling remeh soal karena pimpinan DPD bisa sering bertemu presiden, bahkan soal pimpinan yang punya kesempatan sering ke luar negeri. Isu adanya pihak yang ingin 'balas dendam' juga mengemuka di DPD mengiring isu 'kudeta pimpinan DPD' ini.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Uchok yang kerap keluar masuk DPD mengikuti berbagai pembahasan di komite-komite di DPD melihat ada persoalan lain yang menjadi motivasi munculnya dorongan pengurangan masa jabatan pimpinan DPD RI dari semula 5 tahun menjadi hanya setengahnya.

"Ini memang persoalan kepemimpinan di DPD. Ini bukanlah soal rebutan kekuasaan atau rebutan fasilitas. Tapi memang leadershipnya yang kurang dan nggak cocok untuk saat ini, komunikasinya ke bawah juga kurang oke. Maunya Ketua DPD kan aman-aman saja, tapi kan kalangan anggota DPD menghendaki DPD ini semakin kuat. Makanya mereka berjuang untuk merebut kekuasaan itu," kata Uchok.

Akhirnya muncullah pasal 'siluman' dalam revisi Tatib DPD RI. Pasal yang disisipkan di tikungan terakhir itu berisi pembatasan masa kerja pimpinan DPD menjadi hanya dua setengah tahun dan hanya bisa diperpanjang satu periode lagi. Masih ditambah lagi pimpinan DPD harus membuat laporan pertanggungjawaban setiap tahunnya dan tentu saja ada risiko ditolak dan diberhentikan dari kursi pimpinan DPD.

Menyadari 'dikudeta' tentu saja pimpinan DPD menolak meneken Tatib tersebut. Persoalan pun jadi panjang, BK DPD yang dipimpin oleh AM Fatwa pun turut bergerak memproses aduan sejumlah anggota DPD yang melontarkan mosi tak percaya kepada para pimpinan DPD. Situasi di DPD semakin rumit saat BK DPD yang seharusnya jadi hakim dalam persoalan semacam ini berada di posisi 'serang'.

Pimpinan DPD sendiri bersikeras menolak meneken tatib yang baru tersebut. Draf tatib tersebut dinilai bertentangan dengan UU Nomor 17 Tahun 2004 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Mereka pun meminta pertimbangan ke Mahkamah Agung pada 24 Maret 2016. Pimpinan DPD juga sudah menemui Presiden Jokowi mendiskusikan persoalan ini yang dikhawatirkan setelah pimpinan DPD dikudeta bisa berimbas pada tatanan kenegaraan lainnya.

Lalu apakah ujung pergerakan 'kudeta pimpinan DPD' ini? Adakah solusi untuk menjadikan DPD kembali adem ayem, ataukah tiga pimpinan DPD benar-benar diganti?

(van/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads