Cerita Anak Soal Aksi Royadin Melawan Penjajah Sampai Maling Sakti

Brigadir Royadin Tilang Sultan

Cerita Anak Soal Aksi Royadin Melawan Penjajah Sampai Maling Sakti

Angling Adhitya Purbaya - detikNews
Rabu, 13 Apr 2016 09:20 WIB
Foto: Dok. Keluarga (Angling AP/detikcom)-Ilustrasi oleh Mindra Purnomo
Batang - Royadin muda pernah ikut berperang melawan penjajah. Setelah jadi polisi, dia meringkus banyak penjahat, termasuk seorang maling sakti. Bagaimana kisahnya?

Putra ketiga Royadin, Supardiyo (62) bercerita banyak soal kehidupan ayahnya sejak kecil sampai meninggal dunia di usia 81 tahun. Cerita disampaikan saat ditemui detikcom di rumahnya di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, akhir pekan lalu.

Royadin lahir 1 Desember 1926 dan tinggal bersama orang tuanya yaitu Slamet dan Rusiah di rumah yang tidak jauh dari rumah keluarganya sekarang, di Proyonanggan Tengah, Kecamatan Batang, Kabupaten Batang. Ia merupakan anak kedua dari lima bersaudra.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meski lahir dari keluarga tukang kayu, Royadin punya semangat juang sejak kecil. Pada masa remaja, ia ikut berperang melawan penjajah Jepang. Menurut cerita Supardiyo yang didengar dari ayahnya, sebelum menjadi polisi, Royadin bergabung dengan salah satu kelompok perjuangan untuk mengusir penjajah.

"Saya diceritani Bapak, pas ikut tentara perjuangan itu, kalau sore mengungsi di pelabuhan, terus kalau mau ke Batang di daerah kotanya, bawa Buchu, makanan dari singkong berbentuk wajik, itu untuk menyamar jadi pedagang. Pulang dari sana malamnya langsung menyerbu pasukan Jepang," kata Supardiyo.

Putra ketiga Royadin, Supardiyo (Angling/detikcom)

Setelah kemerdekaan, ada pendaftaran menjadi polisi dan Royadin mengikutinya. Dia lalu sekolah kepolisian di Brebes dan Banyubiru Ambarawa. Ia kemudian bertugas di Kabupaten Boyolali di daerah Sunggingan. Di tempat tugasnya itu ternyata Royadin pernah berhasil menangkap maling sakti yang dipercaya warga bisa menghilang karena susah sekali ditangkap.

"Bapak cerita waktu di Boyolali pernah menangkap maling yang paling susah ditangkap karena bisa hilang. Bapak mengamati ciri-cirinya dan akhirnya bisa menangkap terus bawa ke kantor polisi di sana. Waktu itu bapak bilang ke malingnya jangan menghilang lagi," kenang Supardiyo.

Royadin kemudian pindah tugas ke Kota Semarang menjadi polisi lalu lintas dan tinggal di asrama Atmodirono. Ia dan keluarganya juga pernah tinggal di daerah Krobokan Lama Semarang tepatnya di daerah Semarang Barat dekat Banjir Kanal Barat. Kala itu daerah tersebut merupakan daerah rawan banjir.

(Baca juga: Kisah Inspiratif Brigadir Royadin Menilang Sultan HB IX di Tahun 60-an)

"Saya pernah lihat sendiri perjuangan bapak, jadi pas berangkat kerja naik sepeda, pertama itu sepeda bapak dipanggul, seragamnya diikat di sepeda terus bapak jalan melewati air dan becek, setelah sampai ujung seragamnya dipakai baru berangkat ke kantor naik sepeda," ujar putra ketiga Royadin dan Patemah itu.

Selama dinas di Semarang, Royadin rajin menabung untuk membeli rumah di kampung halamannya di Batang. Rumah itu kini dibagi dua menggunakan sekat tembok untuk dipakai oleh anaknya-anaknya. Royadin bertugas sebagai polisi selama 21 tahun 1 bulan.

Royadin memiliki enam anak yaitu Raminten, alm Budiati, Supardiyo, Bambang Sugeng, Murni Janasih, dan Sri Siti Handayani. Mereka kini tersebar di Batang, Purworejo, dan Semarang. Royadin meninggal dunia pada usia 81 tahun tanggal 14 Februari 2007 di kampung halamannya.

"Bapak itu kalau lagi lego ya sering ndongeng, cerita-cerita. Beliau itu lempeng, habis peristiwa sama Sultan itu ya biasa-biasa saja," kata Supardiyo.

(Baca juga: Ini Pos Polisi di Semarang Tempat Brigadir Royadin Menilang Sultan HB IX) (alg/hri)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads