"Berantas Terorisme Sampai ke Akar, Tapi Hindari Kesalahan Prosedural"

"Berantas Terorisme Sampai ke Akar, Tapi Hindari Kesalahan Prosedural"

Kartika Sari Tarigan, Wisnu Prasetyo - detikNews
Sabtu, 09 Apr 2016 02:03 WIB
Simulasi penanganan terduga teroris (Foto: Istimewa/Lokasi: Pangkep)
Jakarta - Aksi terorisme dalam bentuk apapun kerap menimbulkan banyak korban berjatuhan. Komnas HAM menyebut 90% dari korban aksi terorisme adalah orang tak berdosa termasuk anak-anak.

"90% korban terorisme adalah kebanyakan masyarakat tak berdosa seperti anak anak, jumlah korban terbanyak berikutnya kemudian polisi selanjutnya adalah pengusaha," ujar Komisioner Komnas HAM Profesor Hafid Abas di Gedung Pusat Dakwah Muhammadiyah, Jalan Menteng Raya, Jum'at, (8/4/2016).

Pemaparan ini disampaikannya dalam pengajian bulanan yang digelar oleh PP Muhammadiyah yang bertema "Pemberantasan Terorisme Secara Pancasilais dan Komprehensif". Dalam acara ini juga hadir sebagai pembicara ketua Komisi Yudisial Aidul Fitriciada, Komisioner Komnas HAM Hafid Abas.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Hafid kemudian menyebutkan jumlah teroris secara global meningkat signifikan dari tahun ke tahun. Ini yang kemudian harus betul-betul diantisipasi pemerintah Indonesia.

"Data yang kami himpun dada tahun 2010 jumlah terorisme ada 2.000 kemudian meningkat 2014 jumlahnya mencapai 32.000. Ini yang kemudian harus menjadi catatan pemerintah kita," tutur dia.

Aktivitas teroris yang dominan adalah pemboman, senjata, dan bom bunuh diri.Β  Ia menyebut pemboman masih menjadi pilihan terbanyak pada pelaku teror dalam menjalankan aksinya.

"Aktivitas terorisme yang berkembang ada 3 yaitu dari pemboman, menggunakan senjata dan bunuh diri. Meski ada beberapa kali aksi menggunakan senjata namun pemboman menjadi yang terbanyak," tutup dia.

Sementara itu, Bendahara Umum PP Muhammadiyah Suyatno yang juga hadir dalam acara ini mengatakan, pihaknya concern terhadap penanganan masalah terorisme. Muhammadiyah sedang dan akan terus melakukan pendampingan terhadap kasus-kasus yang dianggap penanganannya tidak sesuai dengan prosedur.

"Muhammadiyah mengajak komponen masyarakat bangsa tanpa terkecuali, bersama-sama bahwa kita satu jalan dalam rangka memberantas terorisme. Apa yang dilakukan Muhammadiyah bersama Komnas HAM melalui autopsi akan dibuka sehingga kita mengetahui apa yang sebenarnya terjadi," ujar Suyatno.

Suyatno merujuk pada kasus meninggalnya Siyono. Lebih lanjut Suyatno mengatakan, kolaborasi antara masyarakat dan penegak hukum akan membuat penanganan terorisme bisa maksimal.

"Dengan sinergi antara Polri, BNPT, Komnas HAM dan seluruh masyrakat, kita akan bisa memberantas terorisme ini," ujar Suyatno.

Bukti Diperlukan Agar Sesuai SOP

Menurut Deputi II Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Irjen Arif Darmawan bukti sangat diperlukan dalam penegakan hukum terkait tindak pidana terorisme. Dengan begitu tidak akan ada pelanggaran prosedur.

"Bagaimana penegakan hukum bisa ditegakkan tanpa pelanggaran HAM. BNPT tidak punya tangan untuk melakukan sesuatu tapi BNPT membatu bagaimana cara seseorang bisa menangkap dan memberikan bukti penangkapan," kata Arif yang turut hadir dalam acara diskusi ini.

Arif mengatakan, BNPT sengaja didirikan sebagai bentuk jawaban dari persoalan penanganan terorisme di Indonesia. Lembaga ini akan memastikan penindakan dalam perkara terorisme memiliki bukti dan informasi intelijen yang cukup.

"Tapi tetap kita tidak bisa menangkap dan tak boleh asal menahan dan sebagainya," kata Arif.

Kewenangan BNPT menurut Arif hanya sebatas membantu mekanisme penangkapan. Salah satunya dengan mencari dan menyediakan bukti awalan yang cukup.

"BNPT tidak punya tangan untuk melakukan sesuatu tapi BNPT membantu bagaimana cara seseorang bisa menangkap dan memberikan bukti awal penangkapan yang cukup," tutur dia.

Dalam pemaparannya Ia menjelaskan implikasi terorisme yang terbagi dalam 2 hal yaitu aksi separatisme dan aksi berlandaskan ideologi.

"Bicara masalah terorisme hanya dua hal yang ada di dunia ini yaitu masalah ideologi dan separatisme. Kalau bicara separatisme kelompok manusia di sebuah area memiliki batas area kalau ideologi tidak ada batas," kata dia.

(fjp/dnu)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads