Dari dokumen-dokumen notulensi rapat dan usulan yang diperoleh detikcom, Kamis (7/4/2016), diketahui kronologi pembahasan raperda tersebut di DPRD. Semua berawal pada 23 November 2015, saat Pemda DKI menyampaikan raperda lewat Surat Gubernur Nomor 4132/075.61 tanggal 16 November 2015 perihal usul pembahasan rancangan peraturan daerah tentang rencana tata ruang kawasan strategis pantura Jakarta kepada ketua DPRD Provinsi DKI Jakarta.
Dua hari setelahnya, digelar rapat paripurna penyampaian penjelasan gubernur terhadap raperda tersebut, lalu pada tanggal 30 November digelar rapat paripurna penyampaian pandangan fraksi-fraksi, yang diakhiri dengan rapat paripurna penyampaian jawaban gubernur terhadap pandangan fraksi-fraksi. Saat itu, disepakati untuk membahas raperda dalam rapat Balegda bersama pimpinan dan anggota Komisi A-E dengan eksekutif.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ayat 10
Tambahan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf c diberikan dalam rangka:
a. revitalisasi kawasan Utara Jakarta; dan
b. revitalisasi daratan Jakarta secara keseluruhan.
Ayat 11
Tambahan kontribusi sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dihitung sebesar 15% (lima belas persen) dari nilai NJOP total lahan yang dapat dijual tahun tambahan kontribusi tersebut dikenakan.
Dalam pembahasan pertama, DPRD mengajukan agar tambahan kontribusi 15 persen itu diubah menjadi 5% saja, sesuai ketentuan yang didasarkan pada surat Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Ketua Bappenas pada 10 Maret 1997 lalu tentang Reklamasi Pantura Jakarta dan Kapuk Naga, Tangerang, Jawa Barat.
Setelah itu, pada tanggal 15 Februari 2016, Balegda DPRD DKI mengusulkan agar angka kontribusi 15 persen tidak dicantumkan dalam raperda, tapi di peraturan gubernur. Namun tim dari eksekutif menolaknya. Rapat pun ditunda.
Isu soal tambahan kontribusi 15 persen baru dibahas lagi pada 8 Maret 2016. Kala itu Ketua Balegda M Taufik dari Gerindra menyampaikan usulan: "Tambahan kontribusi adalah kontribusi yang dapat diambil di awal dengan mengkonversi dari kontribusi (yang 5%) yang akan diatur dengan perjanjian kerjasama antara gubernur dan pengembang."
Usulan ini kemudian dibawa ke Ahok dan direspons cukup keras dengan disposisi bertuliskan: 'Gila kalau seperti ini bisa pidana korupsi!" ditambah dengan paraf Ahok dan tanggal 8 Maret 2016.
![]() |
Setelah itu, pada 11 Maret 2016, dilakukan diskusi informal antara M Taufik selaku Ketua Balegda DPRD dengan Sekretaris Daerah DKI Saefullah, Kepala Bappeda Tuty Kusumawati, Kepala Biro Penataan Kota dan Lingkungan Hidup, dan Kepala Biro Hukum. Diskusi informal digelar di Ruang Kerja Sekda, bahasannya masih soal tambahan kontribusi yang ditawar-tawar itu. Namun diskusi ini tak memperoleh kesepakatan. Berbeda dengan pertemuan sebelumnya, dalam momen ini tak ada usulan lewat dokumen, namun pembicaraan lisan saja.
Pada 16 Maret 2016, Rapat Pimpinan Gabungan DPRD DKI Jakarta tidak membuahkan kesepakatan soal tambahan kontribusi. Rapat ditunda.
![]() |
Pada 31 Maret 2016, Rapimgab DPRD DKI yang sudah terjadwal malah dibatalkan dan diganti dengan Rapat Badan Musyawarah untuk membahas ulang soal jadwal Rapimgab dan Rapat Paripurna tentang Raperda Tata Ruang dan Raperda Zonasi. Sebagaimana diketahui, rapat paripurna itu juga akhirnya tak membuahkan pengesahan perda. (mad/nrl)