"Kenapa kita enggak autopsi saat itu karena keluarga, masyarakat, Pak Lurah enggak ingin adanya autopsi termasuk orang tuanya bahkan istrinya," kata Kadiv Humas Irjen Anton Charliyan saat menggelar jumpa pers di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (5/4/2016).
"Saat itu istrinya menyerahkan ke anak buah kami. Saat itu keluarganya dan masyarakat enggak menginginkan (autopsi), ingin langsung dikubur," sambungnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bahkan ada mengatakan patah tulang banyak. Memang ada patah tulang rusuk satu. SY ini yang menggerakkan seluruh gerakan bersenjata di JI," tambahnya.
Selain itu, Anton juga menanggapi opini atau komentar-komentar yang berkembang. "Bahwa seolah Densus menyerang Islam. Densus enggak menyerang agama dan itu kelompok teroris. SY itu tersangka teroris dan sebagai tokoh inti. Jangan sampai kita terprovokasi oleh gerakan teroris," paparnya.
Kepala Pusat Kedokteran Kesehatan (Kapus Dokkes) Polri Brigjen Arthur Tampi sebelumnya mengatakan Siyono tewas akibat benturan di bagian kepala dan pendarahan dalam perkelahian dengan Densus 88.
"Kami menerima jenazah di RS Kramatjati pada Jumat (11/3) pukul 01.00 WIB. Kami langsung melakukan pemeriksaan termasuk pemeriksaan scan kepala," kata Arthur di Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Senin (14/3/2016) lalu.
"Kami dapatkan luka memar di kepala bagian belakang. Kami juga temukan pendarahan di rongga kepala bagian belakang. Ini karena benturan benda tumpul," ujarnya.
Selain itu, kata Arthur, hasil visum menunjukkan ada beberapa luka memar di wajah, tangan dan kaki Siyono. (idh/aan)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini