"Memang seperti itu. Masyarakat yang peduli dengan keamanan, keselamatan dan ketertiban berlalu lintas. Itulah gambaran cermin budaya berlalu lintas masyarakat kita," kata Risyapudin saat berbincang dengan detikcom, Jumat (1/4/2016). (Baca juga: Komentar Meacci Bule yang Videokan Macet Jakarta: Jungle, There is No Rules).
Risyapudin mengatakan, selama kurangnya kesadaran masyarakat dalam berlalu lintas, maka bukan tidak mungkin Jakarta akan semakin macet. Sebab, budaya berlalu lintas juga menjadi salah satu faktor penyebab kemacetan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Untuk itu, maka Risyapudin pun mendorong Pemda DKI untuk segera merealisasikam kebijakan pembatasan kendaraan dengan ERP (Electronic Road Pricing), menambah infrastruktur jalan dan memperbanyak moda transportasi massal seperti MRT.
Sementara upaya polisi dalam penjagaan dan pengaturan lalu lintas di titik macet tidak akan optimal apabila tidak dibarengi dengan optimalisasi kebijakan tadi. "Apapun upaya polisi, kalau tidak dibarengi dengan program Pemda tidak akan juga membantu," cetusnya.
Untuk mengurangi kemacetan di ruas jalan Jakarta, petugas lalu lintas dikerahkan di titik-titik rawan kemacetan seperti di traffic light persimpangan, serta di ruas jalan pertemuan pintu keluar dan masuk tol.
"Sekarang kita sudah bergerak ke arah mengatasi trouble spot tadi. Sekarang kita bukan hanya berdiri-berdiri yang tidak berguna, tapi berdiri yang berkualitas dan profesional," tambahnya.
"Ya misalkan kalau di TL itu bagaimana kita lakukan diskresi apabila TL itu mengakibatkan makin lama makin panjang. Itu harus kita lakukan diskresi dan koordinasi dengan pihak Dishub untuk memperpanjang interval waktu di jam-jam kepadatan itu sendiri," pungkasnya. (mei/dra)











































