Belasan anak-anak usia belia bahkan bayi terjaring dalam operasi yang digelar polisi di sejumlah titik di Jakarta Selatan, termasuk wilayah Blok M. Polisi menduga anak-anak ini dieksploitasi oleh suatu sindikat. Anak-anak ini diketahui ada yang didatangkan dari luar Jakarta.
Para korban disewakan dengan harga Rp 200 ribu per hari. Dalam kesehariannya, mereka dipaksa mengemis, mengamen dan jadi joki 3 in 1. Pelaku tega mencekoki para korban yang masih bayi dengan memberikan obat penenang dosis tinggi agar tidak rewel saat diajak mengemis. Ketika lelah mendera, anak-anak yang menolak bekerja menjadi bulan-bulanan kekerasan pelaku eksploitasi anak.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut 3 kisahnya:
1. Dicekoki Obat Dosis Tinggi
Foto: Idham Kholid
|
"1 Korban bayi usia 6 bulan di mana pada saat praktik di jalan oleh orang yang membawa itu diberi obat penenang supaya dia tenang sehingga enggak rewel saat melakukan pekerjaannya," kata Kapolres Jakarta Selatan Kombes Wahyu Hadiningrat saat menggelar jumpa pers di kantornya, Jalan Wijaya, Jakarta Selatan, Jumat (25/3/2016).
Bayi itu dibawa oleh pasangan yang tidak bisa menunjukkan surat nikah. Obat penenang itu adalah Riklona Clonazepam. Sebutir obat dibagi 4 dan diberi pagi hingga sore.
Psikolog Klinis dari Asosiasi psikologi forensik, Kasandra Putranto, menjelaskan obat yang dipergunakan adalah obat penenang yang menurunkan fungsi syarat dan gerakan anak. "Itu obat dosis tinggi dan tak boleh dipergunakan sembarangan," kata Kasandra.
Kasandra mengatakan, semua jenis obat psikiatri merupakan obat keras dan harus seizin dokter. Obat tersebut menurutnya juga tak dijual bebas di apotek. Menurut Kasandra, Clonazepam terbagi menjadi dua kategori, yakni generik dan non generik. Dua-duanya tidak boleh dijual umum dan harus pakai resep dokter.
"Yang paling cepat itu adalah lambung yang kena, kemudian sarafnya menjadi lambat, bayi itu jadi lemas," ucapnya.
2. Alami Kekerasan
Foto: Idham Kholid
|
"Kalau malas ngejoki, ngamen, ngemis atau lainnya pasti dia (korban) mendapatkan tindakan kekerasan, ditampar gitu," kata Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Audie Latuheru saat dihubungi detikcom, Jumat (25/3/2016).
"Anak-anak ini mengaku ditampar kalau mereka enggak mau," imbuhnya.
Sementara ini, ada tiga anak yang menjadi korban dan kini telah berada dalam perlindungan kepolisian. Anak-anak itu disewakan dengan harga hingga Rp 200 ribu setiap hari, dari pagi hingga Magrib.
3. Didoktrin
Foto: Idham Khalid
|
"(Korban) Ada yang dari Jakarta, ada yang dari luar Jakarta, luar daerah," kata Kasat Reskrim Polres Jaksel AKBP Audie Latuheru saat dihubungi detikcom, Jumat (25/3/2016).
Audie menjelaskan korban yang didatangkan dari luar Jakarta untuk dieksploitasi menjadi pengamen, pengemis dan joki 3 in 1. Anak-anak itu ditempatkan di beberapa titik di wilayah Jakarta Selatan, salah satunya kawasan Blok M.
Bahkan, lanjut Audie, ada satu anak yang hingga kini belum diketahui siapa orangtua kandungnya. "Kalau orang tua dari satu anak, kami masih nyari. Dia kan ngaku itu (pelaku) ibunya, mereka (korban) kan didoktrin sama pelaku bahwa dia mereka adalah orang tua kandungnya. Setelah kami lakukan pendekatan-pendekatan, baru dia mulai terbuka bahwa dia bukan orang tuanya," ujarnya.
Anak-anak itu masih diberikan pendampingan psikologi. Ketua Dewan Pembina Komnas Perlindungan Anak Seto Mulyadi atau Kak Seto mengungkapkan bahwa praktik eksploitasi memberikan dampak buruk bagi perkembangan anak yang menjadi korban. Bahkan, korban bisa berpotensi menjadi pelaku kriminal di masa mendatang.
"Anak akan terganggu kemampuan berpikir potensinya dan yang terjadi berbalik akan muncul perilaku agresif, ini bisa jadi calon kriminal di masa mendatang," kata Kak Seto.
Halaman 2 dari 4
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini