Surat Perintah 11 Maret, Benarkah Soeharto Mengambil Kekuasaan Soekarno?

Surat Perintah 11 Maret, Benarkah Soeharto Mengambil Kekuasaan Soekarno?

Wisnu Prasetyo, - detikNews
Jumat, 11 Mar 2016 16:28 WIB
Foto: wisnu/detikcom
Jakarta - Surat Perintah 11 Maret 1966 atau Supersemar selalu menjadi pro kontra. Wajar memang, karena Supersemar ini banyak disebut sebagai cikal bakal peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto. Banyak orang yang bilang kalau Supersemar merupakan legitimasi Soeharto memegang kendali kekuasaan.

"Supersemar sangat penting bagi Soeharto," kata sejarawan Asvi Warman Adam dalam diskusi tentang Supersemar di Jl Wijaya Timur, Jakarta, Jumat (11/3/2016).

Asvi menyampaikan, hingga kini memang terjadi perdebatan apa isi teks asli Supersemar dan di mana teks asli itu disimpan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Amir Mahmud, Basuki Rahmat, dan M Yusuf ingin ke Bogor (bertemu Soekarno-red) sebelumnya betemu dengan Soeharto kemudian merencanakan sesuatu," kata Asvi.

Tiga perwira tinggi TNI ini yang disebut sebagai penerima mandat Supersemar dari Soekarno untuk Soeharto. Saat itu lepas peristiwa G 30 S/PKI, demonstrasi besar-besaran terjadi.

"Pada tanggal 11 Maret ada demo mahasiswa di depan besar-besaran yang didukung tentara. Tekanan yang begitu besar sehingga Bung Karno menyerahkan surat yang dikenal dengan Supersemar. Di dalam suratnya itu Mayor Jenderal Soeharto boleh melakukan tindakan apa pun dan dianggap perlu yang menunjang berjalannya revolusi. Ini blunder besar," urai Asvi.

Setelah keluar Supersemar yang diklaim Soeharto sebagai mandat untuk dirinya, kemudian dia membubarkan PKI, dan memulangkan 4 ribu anggota Cakrabirawa, kemudian juga menguasai pers.

"Soeharto ingin menghilangkan segala sesuatu yang berhubungan dengan Soekarno. Ini dilangsungkan satu paket di bulan Maret," imbuh Asvi. Dalam diskusi hadir juga mantan Panglima TNI Jenderal (Purn) Moeldoko serta pengamat politik Kusnanto Anggoro.

Asvi menyampaikan, ada perdebatan yang muncul kemudian bahwa sebenarnya isi Supersemar itu hanya berisi perintah pengamanan dan untuk mengembalikan wibawa pemerintah. Tapi ini dibantah Soeharto.

"Pada zaman itu belum ada mesin fotokopi. Setelah diberikan ke Soeharto diserahkan lagi kepada Sudharmono, bukan difotokopi, hanya diketik ulang. Sangat mungkin ada perubahan-perubahan. Termasuk tanda tangan pun ditiru. Ini kan yang menjadi soal Sudharmono berhak karena dia sedang mengkonsep pembubaran PKI," jelas Asvi. (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads