PKS Minta Revisi UU KPK Dicabut dari Prolegnas, Ini Tanggapan Baleg DPR

PKS Minta Revisi UU KPK Dicabut dari Prolegnas, Ini Tanggapan Baleg DPR

Erwin Dariyanto - detikNews
Selasa, 23 Feb 2016 11:20 WIB
Firman Soebagyo (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Jakarta - Partai Keadilan Sejahtera meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan DPR mencabut revisi Undang-undang nomor 30 tahun 2002 tentang KPK dari Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2014-2019. Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman mengatakan bahwa yang dibutuhkan saat ini adalah keberanian KPK mengungkap kasus korupsi kelas kakap, bukan revisi undang-undang.

Baca juga: PKS: Cabut Revisi UU KPK dari Prolegnas 2014-2019

Namun Wakil Ketua Badan Legislasi DPR Firman Soebagyo justru mempertanyakan sikap PKS tersebut. Menurut politikus Partai Golongan Karya itu, masuknya revisi UU KPK dalam Prolegnas prioritas 2016 sudah disetujui semua fraksi di DPR termasuk PKS dalam rapat paripurna pada 23 Juni 2015.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ketika revisi UU KPK diputuskan masuk Prolegnas di paripurna DPR, PKS ikut menyepakati," kata Firman saat dihubungi detikcom, Selasa (23/2/2016). Β 

Sebelum dibawa ke paripurna, rencana revisi UU KPK itu juga disetujui semua perwakilan fraksi yang duduk di Badan Legislasi. Bahkan di rapat panitia kerja (Panja) anggota Baleg dari Fraksi PKS mengusulkan tambahan satu pasal dalam revisi UU KPK.

Pasal yang diusulkan oleh PKS itu adalah terkait aturan agar komisioner dan pengawas KPK tidak boleh mengundurkan diri di tengah masa jabatan dengan alasan ingin maju dalam jabatan politik atau publik. Anggota Baleg sepakat menerima usulan PKS tersebut.

"Usulan PKS ini disetujui di rapat pleno Baleg," kata Firman.



Firman pun mempertanyakan sikap PKS yang belakangan justru meminta agar revisi UU KPK dicabut dari Prolegnas 2014-2019. Dia mengingatkan bahwa sebagai lembaga negara yang mendapat kewenangan membahas sebuah produk undang-undang tak boleh terpengaruh oleh tekanan publik.

"Kalau setiap undang-undang yang kita bahas, lalu ada pressure dan kita menyerah itu menjadi preseden buruk bagi ketatanegaraan," kata Firman.

(erd/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads