Sekjen Golkar hasil Munas Riau, Idrus Marham menyebut persaingan bakal calon ketum harus dilakukan secara sehat. Pertarungan para bakal calon harus mengedepankan kemampuan bukan unjuk kekuatan uang sebagai modal meraih dukungan.
"Ya Allah janganlah, kalau sudah main duit miliaran itu sudah bahaya," ujar Idrus Marham saat dihubungi detikcom, Kamis (18/2/2016) malam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau uang transport nggak apa-apa. Kalau miliaran itu bukan sawer lagi. Kalau ada duit jangan untuk syarat pemenangan," sambungnya.
Karena itu Idrus meminta para bakal caketum bersaing untuk mendapatkan dukungan para pemilik suara yakni pengurus daerah dengan menunjukan kemampuan diri.
"Harapan saya dalam menghadapi Munas terjadi persaingan kualitatif dan konseptual para kandidat, itu yang paling penting karena filosofi Golkar karya kekaryaan. Jadi yang harus didukung menjadi pemimpin yang punya konsep prestasi karya kekaryaan, itu yang harus didorong sebagai syarat mutlak," papar dia.
Meski sudah berembus isu miring jelang munas, Idrus yakin internal Golkar masih solid. Tak ada kubu-kubu yang masih terkait dengan Munas Ancol atau pun Munas Bali.
"Sekarang (kepengurusan) Riau, kita satu kesatuan. Jangan saling bikin kubu harus solid," kata Idrus yang mengaku siap bersaing merebut kursi ketum.
Petinggi Golkar Nurdin Halid bicara soal politik transaksional di bursa caketum Golkar menjelang munas. Salah satu caketum Golkar disebut memberi 10.000 dolar Singapura untuk pengurus DPD II.
"Ada pengakuan pengurus di Sulawesi Utara (Sulut) yang ciptakan keresahan di Sulut yang diminta dibicarakan secara nasional. Pengakuannya, disuruh tanda tangan surat pernyataan lalu diberi uang," kata Nurdin saat dihubungi, Kamis (18/2).
(Baca juga: Nurdin: Pengurus Golkar Sulut Ngaku Disawer SGD 10 Ribu oleh Caketum)
Pengakuan itu disampaikan saat Nurdin Halid berkumpul dengan 28 pengurus DPD I semalam. Dia pun meminta bukti-bukti lengkap dari pengakuan itu.
"Pengakuannya SGD 10.000 untuk 1 DPD II. Kan rusak Partai Golkar kalau begini,"Β ujar Nurdin. (fdn/fdn)











































