Cerita Rambut Sepaha Menteri Siti dan Kaus Dalam Laki-Laki

Sisi Lain Tokoh

Cerita Rambut Sepaha Menteri Siti dan Kaus Dalam Laki-Laki

Yudhistira Amran Saleh - detikNews
Selasa, 16 Feb 2016 10:12 WIB
Siti Nurbaya Bakar/Foto: Reno Hastukrisnapati Widarto-detikcom
Jakarta - Semasa kecilnya, Siti Nurbaya Bakar punya rambut panjang hingga mencapai paha. Tapi kini Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang akrab disapa Nur ini memilih berpenampilan dengan rambut pendek.

Anak ke-5 dari 10 bersaudara dari pasangan Mochammad Bakar dan Sri Banon ini dulunya rajin merawat rambut. Hingga kemudian saat lahir anak keduanya, Nur mulai kerepotan mengurusi rambut panjangnya.

"Saya itu dulu waktu kecil rambut perempuan itu sepaha. Di bawah lagi. Jadi sebenarnya yang mulai terasa susah itu waktu punya anak kedua. Mulai dipotong sedikit," kata Nur di rumah dinasnya, Jalan Denpasar Raya No 15, Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/2/2016).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya


Apalagi ketika dirinya melanjutkan studi ke Belanda pada tahun 1988. Karena susah mencari salon untuk perawatan rambut, akhirnya Nur memilih memotong pendek rambutnya.

Rambut Nur dipotong pendek saat dirinya memimpin organisasi pemuda di Lampung. Dengan rambut pendek, Nur merasa lebih ringkas dan bebas bergerak.

"Rambut dipotong lebih pendek lagi ketika saya sudah menjadi ketua organisasi pemuda. Saya pernah jadi Ketua Pembaharuan Pemuda untuk provinsi di Lampung. Dengan anggota 165 ribu orang, jadi aktivitasnya juga luar biasa. Jadi harus lebih ringkas lagi," lanjutnya.

Gaya tomboi Nur memang mulai terlihat sejak Nur bergabung dalam organisasi pemuda itu. Dirinya suka memakai pakaian rangkap dengan kaus oblong.

"Kalau kita di organisasi pemuda yang aktif kadang-kadang syal di badan kita atau baju di badan kita suka diminta gitu. Yaudah buka aja. Toh saya masih punya kaos di dalam. Kira-kira seperti itu. Dan itu membawa pengaruh juga sampai sekarang," ucap Nur.

Sebagai tambahan, Nur melengkapi aksesoris penampilan dengan tas pinggang dan topi kulit. Nur mengibaratkan tas pinggang sama dengan kantong Doraemon yang menyimpan barang-barang penting.

"Karena sebagai aktivis organisasi pemuda memang aktivitasnya banyak. Sudah nggak kenal waktu lagi, panas, siang, hujan. Jadi saya harus stand by. Kalau pakai tas pinggang itu karena apa-apa harus ringkas. Yang penting di dalam tas pinggang itu ada notes, ada pulpen, buat catatan, pastilah ada uang juga sedikit-sedikit, dan handphone. Dan memang dari muda saya suka pakai tas pinggang," ujarnya.

"Kalau di waktu yang lalu sih sebetulnya selain tas pinggang itu ada gulungan peta. Karenakan kalau kita ke lapangan pasti kita memerlukan peta dan lain-lain. Jadi itu sudah kebiasaan saja," tambah Nur.

Meski bergaya tomboi, Nur tetap bisa memasak dan menjahit. Saking senangnya menjahit, Nur bahkan kerap tak sadar sudah berhasil menyelesaikan jahitan beberapa baju. Sedangkan urusan memasak, Nur mengaku tak bisa rutin melakukannya untuk keluarga bila jadwal kegiatannya sangat padat.

"Sampai kemudian anak-anak besar, saya masih juga masak. Baru setelah saya repot ketika di eselon 3 ke 2 di Lampung tahun 90 an saya minta maaf ke keluarga, maaf ya saya masaknya setahun sekali aja waktu bulan puasa. Jadi saya bikin perjanjian-perjanjian begitu," terangnya.






(yds/fdn)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads