Menjabat Bupati Bangkalan, Jawa Timur, selama 10 tahun dimanfaatkan Fuad Amin mengeruk fulus. Lengser sebagai bupati, ia menjadi Ketua DPRD setempat dan kursi bupati dimenangkan anaknya.
Baru menjabat Ketua DPRD Bangkalan dalam hitungan bulan, ia dibekuk KPK tengah menerima suap dari pengusaha. KPK lalu menggelandangnya ke pengadilan dan terungkap jika ia mencuci uang dengan nilai mencapai Rp 250 miliaran. Dalam persidangan yang digelar maraton sepanjang 2015, terungkap berbagai modus yang digunakan Fuad Amin seperti meminta uang panas dari seleksi CPNS.
"Benar saya membayar Rp 15 juta untuk proses pengangkatan," ujar Bendahara Dinas Perhubungan periode 2012-2014, Nur Kholifah, di Pengadilan Tipikor di Kuningan, Jakarta Selatan, 9 Agustus 2015 lalu.
Nur saat diangkat menjadi PNS tahun 2008 silam, terlebih dahulu harus menyerahkan 'iuran' sebesar Rp 15 juta.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain dari CPNS, Fuad juga meminta fee dari anggaran yang cair. Hal ini diceritakan Nur karena sebagai bandahara ia mengetahui perputaran uang. Untuk pencairan di bawah Rp 5 juta akan dipotong 10 persen, sedangkan di atas Rp 5 juta dipotong 20 persen. Uang itu akan disetor ke Ibu Ririn. Nur mengetahui uang itu akan disetor untuk Fuad Amin dari Kepala Dinas.
"Kalau kurang biasanya kita ditelepon," ujar Nur.
Hal serupa juga diakui oleh bekas Direktur RS Daerah Prof Sitiawan Kartosoedirdjo, Heru Ariadi, yang mengaku ikut menyetorkan duit demi pencairan anggaran yang diajukan sejak tahun 2003, padahal pada bupati sebelumnya tidak ada. Heru menghadap Fuad di Pendopo Kabupaten dan diminta memotong 10 persen anggaran RS untuk dirinya. Dengan perintah Fuad Amin, Heru meneruskan kepada Kasubag Keuangan RS Daerah Kabupaten Bangkalan.
Selain itu, Fuad juga menerima jatah bulanan dari perusahaan migas dari 2006. Awalnya Rp 50 juta per bulan dan angka itu semakin naik. Sejak awal 2014 hingga tertangkap pada Desember 2014, ia mendapat jatah bulanan Rp 600 juta dari rekanan tersebut.
Dengan caranya tersebut maka selama 11 tahun duduk di kursi empuk membuatnya bergelimang harta. Uang yang terkumpul itu lalu dibelikan aset tanah dan properti. Salah satunya membeli apartemen di Sudirman Hills Residence di Jl Sudirman Jakarta dengan sistem inden. Selain itu, Fuad juga membeli beberapa unit apartemen lain di Jakarta dan sebuah kondominium di Bali.
"Delapan unit yang dipesan, belum lunas. Kalau tidak salah sudah dibayar Rp 4,5 miliar. Rp 4 miliar lebih disita KPK," ujar saksi Fitri.
Uang juga disimpan di bank. Fuad meminta istrinya, Masnuri, untuk membuka 26 rekening di bank di Surabaya dengan menggunakan 8 KTP yang semua milik Masnuri. Uang yang terdapat dalam 26 rekening tersebut digunakan Fuad untuk membeli beberapa produk perbankan seperti deposito, reksadana, sukuk (obligasi syariah), dan asuransi atas nama istri dan anak-anak Fuad.
Selain itu juga dibelikan kendaraan, tanah dan rumah. Dalam membeli tanah, Fuad Amin juga menggunakan pengaruhnya dengan meminjam nama salah satu santrinya, Hosun. Nama Hosun dipakai sebagai pemilik tanah yang dibeli Fuad seluas 11.755 m2 di Desa Mlajah, Bangkalan.
"Karena Pak Fuad guru saya, jadi bilang 'Sun karena kamu santri saya, tolong nanti tanah yang saya beli sertifikatkan atas nama kamu'," kata Hosun menuturkan perkataan Fuad saat bersaksi.
Tapi Fuad menolak semua tuduhan tersebut. Ia mengaku memiliki semua hartanya dengan cara yang legal.
"Dalam diri saya mengalir darah seorang ulama dan bangsawan, dari ayah saya. Pada saat ayahanda saya wafat, saya menerima warisan sejumlah lebih kurang Rp 14 miliar dan 1 tahun kemudian yaitu Ibunda saya wafat dan mewariskan kepada saya sejumlah uang Rp 19 miliar," kata Fuad Amin membacakan nota pembelaan (pledoi) pribadi pada 8 Oktober 2015.Β
Ia mengaku sibuk sebagai bupati dan Ketua DPRD sehingga tidak detail mengurus setiap pengeluaran uang dari sakunya.
"Saya seorang cucu dari seorang ulama besar. Saya buat buku tabungan dan lempar ke orang-orang saya karena saya jadi bupati sibuk," kata Fuad Amin membela diri.
Fuad Amin bisa saja mengelak tetapi palu hakim tinggi telah diketok. Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta memutuskan Fuad Amin harus hidup di penjara selama 13 tahun dan seluruh hartanya senilai Rp 250-an miliar dirampas.
Satu-satunya langkah hukum yang dimiliki Fuad Amin adalah kasasi. Kuasa hukum Fuad, Rudy Alfonso, mengaku tidak lagi menjadi kuasa hukum Fuad begitu ia dihukum 8 tahun penjara di tingkat Pengadilan Tipikor Jakarta.
"Saya sudah tidak menjadi kuasa hukumnya," kata Rudy kepada detikcom, Kamis (11/2/2016). (asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini