Tak seperti biasanya, ruang sidang Kartika I yang terletak di lantai dasar dipenuhi pengunjung. Bahkan banyak pengunjung yang berdiri di sekeliling ruangan karena tak mendapat kursi.
Sementara di sisi tengah tampak puluhan polisi membentuk pagar betis. Mereka mengamankan jalan agar Ahok tak kesulitan duduk di kursi saksi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Terbuka kan sidangnya? Berarti saya boleh masuk ya?" tanya Marsoni di Pengadilan Tipikor, Jl Bungur Besar, Kemayoran, Jakarta Pusat, Kamis (4/2/2016).
Sementara itu saat ini Ahok masih berada di ruang tunggu. Pihak JPU, kuasa hukum Alex Usman maupun majelis hakim belum ada yang memasuki ruang sidang.
Alex Usman didakwa melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan 25 UPS di 25 SMA/SMKN Jakbar pada APBD Perubahan Tahun 2014 yang merugikan keuangan negara Rp 81 miliar.
Menurut jaksa dalam surat dakwaan, pengadaan UPS untuk sekolah-sekolah menengah ini tidak direncanakan sesuai kebutuhan riil sekolah.
Anggaran UPS bisa dialokasikan dalam APBD perubahan tahun 2014 setelah Alex Usman melakukan lobi ke sejumlah anggota DPRD DKI.
Untuk meloloskan permintaan ini, Fahmi Zulfikar Hasibuan sebagaimana disebutkan dalam surat dakwaan meminta fee terkait pengadaan UPS. Kongkalikong ini berlanjut ke tangan Firmansyah yang saat itu menjabat Ketua Komisi E DPRD .
Anggaran UPS akhirnya berhasil lolos dan dimasukkan dalam APBD perubahan tahun 2014 pada tanggal 13 Agustus 2014 meski tidak pernah dibahas dalam rapat Komisi E dengan SKPD Pemprov DKI.
Fahmi Zulfikar dan Firmansyah sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri. Keduanya sudah bersaksi di Pengadilan Tipikor pada Kamis 28 Januari lalu.
Fahmi dalam persidangan mengakui mendapat titipan dari Alex Usman soal kebutuhan pengadaan barang di sekolah untuk APBD Perubahan DKI tahun 2014, yang belakangan diketahui adalah UPS.
Usulan ini diteruskan Fahmi ke Firmansyah. Sedangkan Firmansyah dalam kesaksiannya mengaku hanya memasukkan usulan bila pagu anggaran tersedia dalam APBD Perubahan.
"Saya hanya menerima pagunya, kalau cocok, saya input, saya tidak meneliti lagi layak atau tidak, atau saya dijanjikan sesuatu," kata Firmansyah di persidangan.
Soal munculnya anggaran pengadaan UPS ini diklaim pimpinan DPRD tidak diketahui rinciannya. Wakil Ketua DPRD Abraham Lunggana alias Lulung yang pernah jadi koordinator Komisi E menyebut dirinya tidak pernah mengikuti pembahasan anggaran pengadaan di komisi.
"UPS itu saya memang tidak mengerti. Saya tidak mengerti karena dalam proses anggaran perubahan ada tahun politik, Pileg dan Pilpres saya jadi ketua partai jadi saya banyak tugas partai. Kalau di KUA-PPAS tidak ada UPS kemudian dalam pembahasan anggaran di komisi saya tidak hadir," ujar Lulung dalam kesaksiannya, Kamis (28/1). (kff/hri)











































