"Kalau di era MEA pendidikan kita harus menghasilkan sumberdaya yang mampu berkompetisi. Harus berkompetinsi yang bisa dijadikan ukuran. Era kompetisi yang dijadikan pemenang. Pemenang adalah mereka yang memiliki kompetensi . Kalau kompetensinya itu baik, dia menang. Oleh karena itu, khususnya program Diploma 3 kami akan dorong masalah kompetensi. Kemudian untuk S1 di bidang engineering ini segera selesai perpresnya PP tentang keinsinyuran, nanti insinyur itu akan kami lakukan uji kompetensinya supaya nanti ada standar yang ditetapkan sehingga nanti ada pengakuan internasional," kata Menristek M Nasir dikantornya, Jl Jendral Sudirman, Jakarta Selatan, Selasa (2/2/2016).
Sejauh ini menurut M Nasir pemerintah telah merancang perpres tentang terkait insinyur itu, tetapi masih dalam proses meski telah ada gambaran programnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nasir menyayangkan mahasiswa Indonesia belum sepenuhnya dapat berkompetensi di era MEA. Ia pun akan melakukan pertukaran mahasiswa antar perguruan tinggi supaya bisa mentransfer ilmu dan berkembang.
"Maka perguruan tinggi kita yang sudah besar, sedang, dan yang kecil nanti kita akan kita sharing ini. Kita sharing itu perguruan tinggi besar bisa membina peruruan tinggi kecil. Perguruan tinggi besar akan saya datangkan tenaga dari luar negeri, tujuannya adalah supaya accelerasi world class menjadi lebih cepat," imbuhya.
Terkait mahasiswa menurut Nasir akan mengikuti perkembangan penerimaan mahasiswa. Bila universitas itu telah membuka kelas internasional berarti saat profesor dari luar negeri di datangkan sudah tidak ada masalah karena terbiasa menggunakan bahasa Inggris.
Nasir menyebut langkah strategis untuk menghadapi MEA pada mahasiswa untuk mempelajari ilmu marketing dan entrepreneur. Perbedaan kompetensi dari satu individu dengan individu lain harus terlihat nyata dalam praktik menurut Nasir.
"Kita mencari indiferensi, indiferensi itu dari segi teori bisa tetapi begitu kita terapkan dalam praktik gimana caranya. Masing-masing kita harus punya kompetensi, kalau gak bisa kompetensi gak bisa kompeten. Contoh sebagai jurnalis akan diterima di media mana pun kalau punya kompetensi, tapi kalau tidak, tidak akan diterima di media. Kompetensi ini menjadi sangat sehat dan kompetensi menjadi ukuran, maka ukuran ini harus diwujudkan dan operasionalkan sehingga indiferensi itu sangat jelas sekali," tutup nasir.
(bag/bag)