Hari ini giliran Institut Peradaban (IP), Pusat Studi Kelirumologi dan Program Pascasarjana Universitas Indonesia yang menggelar seminar bertajuk, 'Amandemen Konstitusi dan Implikasinya bagi Demokrasi di Indonesia'.
Hadir sebagai pembicara antara lain; Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Gusti Kanjeng Ratu Hemas dan Politikus Partai Golongan Karya Agun Gunandjar Sudarsa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Penentu amendemen tahun ini. Kami harapkan selesai tahun ini karena tahun berikutnya ada kesibukan Pemilu 2017 (Pilkada serentak). Makanya berharap tahun ini," ujar Hemas dalam seminar nasional Amandemen UUD 1945 di gedung IASTH Pasca Sarjana UI, Jl Salemba Raya, Jakarta, Rabu (27/1/2016).
Adapun anggota DPR yang juga politikus Golkar Agun Gunanjar mengatakan latar belakang amendemen kelima karena rumusan UUD 1945 terkait penyelenggara negara belum cukup didukung ketentuan konstitusi. Masih ada pasal-pasal yang luwes sehingga memunculkan multitafsir.
Agar amendemen kelima tetap memperhatikan tujuan negara melalui hukum dasar dan kedaulatan rakyat, maka pembukaan UUD 1945 tak perlu diubah. Bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan sistem presidensil harus tetap dipertahankan
"Perubahan dilakukan secara adendum. Tapi, amandeman kelima ini tak mengubah pembukaan UUD 1945, pertahankan NKRI dan sistem presidensil. Penjelasan yang masih normatif perlu dimasukan ke dalam pasal-pasal," ujarnya.
Usulan agar UUD 1945 kembali diamandemen muncul saat Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri mengatakan perlunya mengaktifkan lagi Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN). GBHN ditetapkan oleh MPR dan menjadi acuan kerja Presiden yang menjabat.
(hat/erd)