Dalam catatan detikcom, Kamis (21/1/2016), tindakan culas Riefan itu bermula saat Riefan menunjuk Hendra Saputra sebagai Direktur PT Imaji Media dan Akhmad Kamaluddin sebagai komisarisnya. Padahal, Hendra dan Akhmad nyatanya bekerja untuk Rievan. Hal ini untuk menyarukan operasi korupsi yang dilakukan Riefan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nani merupakan ketua majelis yang mengadili Hendra di Pengadilan Tipikor Jakarta. Riefan menggunakan Hendra dan Akhmad agar PT Imaji Media tidak terdeteksi oleh Kementerian Koperasi dan UKM sebagai salah satu peserta lelang proyek pengadaan videotron di Kementerian Koperasi.
Patgulipat tender ini membobol kas negara Rp 8 miliar. Terdapat penyimpangan dalam pekerjaan persiapan dan konstruksi, pekerjaan pemasangan sambungan listrik PLN ke LED display videotron, biaya pengiriman dan pemasangan genset yang sebetulnya sudah termasuk ongkos kirim dan pemasangan, biaya sewa gudang penyimpanan modul videotron dan biaya sewa gudang penyimpangan genset. Setelah kasus ini mencuat, Riefan lalu buru-buru mengembalikan Rp 2,6 miliar.
"Maka jumlah kerugian negara dalam pengadaan videotron di Kementerian Koperasi dan UKM adalah Rp 5,390 miliar," sebut hakim anggota Sofialdi.
Riefan yang juga anak Menteri Koperari dan UKM itu lalu dihukum 6 tahun penjara pada Desember 2014. Tapi bagaimana dengan Hendra yang tidak tahu apa-apa tersebut? Ternyata ia dihukum 1 tahun penjara di hari yang sama. Vonis itu dikuatkan ke majelis banding.
Keadilan pun terkoyak. Hendra yang hanya dijadikan boneka harus menanggung beban kejahatan yang dilakukan bosnya. Mahkamah Agung (MA) lantas membentuk majelis kasasi yang terdiri dari Artidjo Alkostar-Krisna Harahap-MS Lumme. Majelis yang dirumorkan sebagai 'algojo' karena kerap menghukum berat terdakwa korupsi.
Tapi hati nurani ketiganya terketuk dengan apa yang dialami Hendra. Trio Artidjo-Krisna-Lumme memutuskan Hendra lepas dari dakwaan. Vonis tersebut diketok kemarin sore. Vonis lepas adalah perbuatan yang didakwakan ada tetapi karena ada alasan satu dua hal, maka perbuatan tersebut menjadi gugur sifat pidananya.
"Begitulah mestinya hakim, memutus sesuai dengan fakta dan nurani," kata Kepala Biro Hukum dan Humas MA, Dr Ridwan Mansyur kepada detikcom, Kamis (21/1/2016). (asp/erd)











































