Dorongan ini sudah didengungkan sejak awal Rakernas I PDIP di JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (10/1/2016). Di pidato pembukaannya, Mega mengungkapkan kegelisahan karena visi pemerintahan selalu berubah setiap pemimpin berganti.
"Ganti pemimpin, ganti visi. Lama-lama saya berpikir Indonesia senang dansa. Kapan benar 5 tahun, dia maju. Kapan kurang bener, dia mundur lagi," kata Mega.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keinginan Mega ini ternyata disambut oleh Presiden Joko Widodo yang juga hadir di pembukaan Rakernas.Β Menurut Jokowi gagasan Mega soal Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana berisi rencana-rencana dan cita-cita besar Indonesia.
Jokowi di Rakernas PDIP (Foto: Ari Saputra/detikcom) |
"Apa yang akan kita kerjakan 10 tahun, 25, 50 tahun mendatang, dan apa mimpi-mimpi dan rencana-rencana besar kita 100 tahun yang akan datang sudah harus mulai dirancang," kata Jokowi di tempat yang sama.
"Sehingga semua harus punya panduan, negara ini harus punya haluan ke mana negara ini akan dibawa. Oleh sebab itu pembangunan nasional semesta berencana menjadi pekerjaan rumah kita dalam mengarungi pembangunan 5, 10, 25, 50, 100 tahun ke depan agar arah pembangunannya jelas," tambahnya.
Selanjutnya, banyak pihak yang ramai-ramai mendukung usulan ini. Baik lembaga negara maupun partai menyambut baik gagasan PDIP.
"Itu bagus sekali, kita apresiasi apa yang dirumuskan dalam Rakornas PDIP. PDIP kan juga partai pemenang Pemilu tentu juga memberi pengaruh besar terhadap pengaruh politik Tanah Air," tutur Ketua MPR Zulkifli Hasan.
Sementara itu, DPD bahkan mendesak agar amandemen UUD 1945 segera dilakukan tahun ini. Amandemen ini memang dibutuhkan apabila ingin menghidupkan lagi GBHN.
"Kita harus melakukannya di 2016. MPR harus bersidang, selama dua periode ini MPR belum pernah sidang bersama DPD dan DPR," kata Wakil Ketua DPD GKR Hemas dalam jumpa pers di Gedung Parlemen Pusat, Senayan, Jakarta, Selasa (12/1/2016).
Konferensi Pers DPD (Foto: Lamhot Aritonang/detikcom) |
Nantinya, MPR kembali diberikan mandat untuk menetapkan GBHN. GBHN ini berbeda dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN). Ketua Badan Pengkajian MPR yang juga dari unsur DPD, yakni Bambang Sadono, menjelaskan GBHN lebih tinggi kedudukannya dari sekadar RPJMN.
Selain dari lembaga negara, dukungan juga disampaikan oleh sejumlah partai politik. Ketum Gerindra Prabowo Subianto yang merupakan oposisi ternyata satu suara dalam hal menghidupkan lagi GBHN.
"Itu gagasan baik, enggak ada masalah buat kita," ujar Prabowo di sela Rakornas PKS di Hotel Bumi Wiyata, Depok, Jawa Barat, Selasa (12/1/2016).
Prabowo Subianto (Foto: Hardani/detikcom) |
DPP Golkar hasil Munas Bali juga memberikan dukungan yang sama. Partai Golkar telah lebih dulu memiliki konsep pembangunan di semua sektor bidang sosial, politik, hukum, ekonomi, pendidikan, budaya,pertahanan dan keamanan. Konsep itu semacam GBHN zaman dulu yang diberi nama "Indonesia Negara Kesejahteraan 2045". GBHN waktu itu dibagi dalam 3 tahap 2015-2025, 2025-2035 dan 2035-2045.
"Kami menyambut baik usulan diberlakukannya kembali GBHN dengan sistem tata negara yang baru," kata Ridwan melalui keterangan tertulisnya, Selasa (12/1/2016).
Usulan yang disambut dengan dukungan yang mengalir deras ini membuat rencana menghidupkan kembali GBHN dijadikan rekomendasi di Rakernas I PDIP. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto membantah hidupnya kembali GBHN adalah untuk mengembalikan Indonesia ke era otoriter.
Megawati di Rakernas PDIP (Foto: Ari Saputra/detikcom) |
Megawati juga mengatakan, wacana pemunculan PNSB ini bukan untuk kepentingan partainya. Menurutnya PNSB dihidupkan demi kepentingan bangsa dan negara.
"Saya sampaikan kepada Kepala Bappenas bahwa tidak ada kepentingan bagi saya atau bagi partai saya. Apa yang saya usulkan ini untuk kepentingan bangsa dan negara," kata Megawati saat pidato penutupan Rakernas I PDIP di JIEXPO Kemayoran, Jakarta Pusat, Selasa (12/1/2016).
Lalu, apa sebenarnya yang diinginkan Mega dan PDIP dengan mendorong GBHN hidup lagi? (imk/rii)












































Jokowi di Rakernas PDIP (Foto: Ari Saputra/detikcom)
Konferensi Pers DPD (Foto: Lamhot Aritonang/detikcom)
Prabowo Subianto (Foto: Hardani/detikcom)
Megawati di Rakernas PDIP (Foto: Ari Saputra/detikcom)