Guru SDN Penjalin Kidul V, Majalengka, Jawa Barat itu mencukur rambut siswanya pada 19 Maret 2012. Atas hal ini, orang tua siswa, Iwan tak terima dan mencukur balik rambut Aop. Tidak sampai di situ, Iwan juga mempolisikan Aop. Para guru di Majalengka pun tidak terima melaporkan balik Iwan. Siapa sangka, potret pendidikan Indonesia ini berujung hingga Mahkamah Agung (MA).Β
Dalam penyidikan dan dakwaannya, polisi dan jaksa mendakwa Aop dengan UU Perlindungan Anak. Versi polisi dan jaksa, perbuatan Aop mencukur siswa SD kelas III itu dinilai telah melakukan perbuatan diskriminasi terhadap anak serta menganiaya anak. Tidak tanggung-tanggung, sang guru terancam 5 tahun penjara!
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan diskriminasi terhadap anak yang mengakibatkan anak mengalami kerugian, baik materiil maupun moril sehingga menghambat fungsi sosialnya dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100 juta.
Adapun 80 ayat 1 UU Perlindungan Anak berbunyi:
Setiap orang yang melakukan kekejaman, kekerasan atau ancaman kekerasan, atau penganiayaan terhadap anak, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun 6 bulan dan/atau denda paling banyak Rp 72 juta.Β
Pasal yang bersifat luas dan multitafsir ini lalu digunakan polisi dan jaksa untuk menjerat Aop. Tapi jaksa 'takut' dakwannya lepas maka dimasukkanlah pasal sapu jagat dalam KUHP yaitu Pasal 335 ayat 1 kesatu KUHP tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. Pasal ini berbunyi:
Diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan memakai kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, atau dengan memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan yang tak menyenangkan, baik terhadap orang itu sendiri maupun orang lain.
Tiga pasal multitafsir pun dikantongi polisi dan jaksa. Semua perlawanan Aop dan rekan-rekannya seakan menemui jalan buntu. Pada 2 Mei 2013, majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Majalengka pun mengamini dakwaan tersebut dan menyatakan Aop telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan terhadap anak didiknya yaitu mencukur rambut siswa yang melanggar aturan sekolah. Hukuman percobaan pun dijatuhkan.
Hukuman ini lalu dikuatkan di tingkat banding. Pengadilan Tinggi (PT) Bandung sepakat dengan PN Majalengka yaitu Aop, sebagai guru, telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan. Mencukur rambut siswanya karena siswanya melanggar tata tertib adalah sebuah kejahatan dan Aop pantas dihukum! Padahal, niat Aop adalah untuk mendidik, tidak ada niat setitik pun untuk berbuat kejahatan.Β
Atas putusan ini, Aop lalu mengajukan kasasi. Palu keadilan diketok MA dan membebaskan Aop. Hakim agung, sebagai pucuk pimpinan hakim-hakim di bawahnya mengoreksi totol pandangan para hakim di bawahnya dan juga dakwaan jaksa dan dugaan polisi.Β
Pada 6 Mei 2014, hakim agung Dr Salman Luthan dengan anggota Dr Syarifuddin dan Dr Margono membebaskan Aop. Ketiganya membebaskan Aop karena sebagai guru, Aop mempunyai tugas untuk mendisiplinkan siswa yang rambutnya sudah panjang/gondrong untuk menertibkan para siswa. Apa yang dilakukan terdakwa adalah sudah menjadi tugasnya dan bukan merupakan suatu tindak pidana dan terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana atas perbuatan/tindakannya tersebut karena bertujuan untuk mendidik agar menjadi murid yang baik dan berdisiplin.
(Baca:Β Akhirnya Bebas, Ini Lika-liku Kriminalisasi Guru yang Cukur Rambut Siswanya)
Nah, bagaimana dengan Iwan? Ternyata PN Majalengka melakukan terapi hukum yang sama dengan Aop yaitu Iwan sama-sama dinilai telah melakukan perbuatan tidak menyenangkan.Β
Di mata PN Majalengka, guru yang mencukur rambut siswanya adalah sama jahatnya dengan orang tua yang mencukur rambut gurunya tersebut gara-gara tidak terima karena anaknya dicukur.Β
Tapi oleh Pengadilan Tinggi (PT) Bandung, majelis hakim mencoret hukuman percobaan Iwan tersebut. Sebab apa yang dilakukan Iwan merupakan kejahatan dan jika tidak dipenjara, maka bisa mengulangi perbuatannya. Alhasil, Iwan selayaknya dipenjara selama 3 bulan untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya yaitu menteror/mengintimidasi guru dan mencukur rambut Aop.Β
Giliran Iwan yang tidak terima dan mengajukan kasasi. Tapi MA bergeming.
"Tidak menerima permohonan kasasi Iwan," demikian putus majelis kasasi yang sama dengan yang mengadili Aop sebagaimana dikutip detikcom, Minggu (3/1/2016). Putusan Nomor 895 K/Pid/2013 itu dilandir pada 30 Desember 2015 lalu. (asp/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini