"Revisi UU KPK ini sangat dipaksakan dan seharusnya ditolak. Pembahasan suatu RUU tidak berdiri di ruang hampa politik. Oleh karena itu, pertanyaannya apa urgensi merevisi UU KPK di waktu yang sangat terbatas seperti ini?" kata peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) Miko Ginting kepada wartawan, Rabu (16/12/2015).
Baca juga: DPR Ketok Revisi UU Masuk Prolegnas 2015, KPK: Kami Tetap Menolak
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Waktu yang sangat singkat, kondisi politik yang tidak kondusif, sampai materi yang tidak urgen untuk direvisi menimbulkan kesimpulan bahwa revisi ini bukan untuk menguatkan melainkan melemahkan KPK," ungkapnya.
Baca juga: Mepet Reses, DPR akan Lanjutkan Revisi UU KPK di 2016
Upaya pelemahan KPK sudah sering terjadi dari berbagai penjuru dan ini dianggap sebagai salah satunya. Oleh sebab itu, pemerintah dan DPR didesak untuk berpikir ulang dalam merevisi UU KPK.
"Upaya merevisi RUU KPK ini sangat dipaksakan dan semestinya dipikirkan ulang oleh Pemerintah dan DPR," ujar Miko.
Yang tidak jelas pula adalah siapa yang menjadi pengusulnya. Revisi UU KPK dinyatakan sebagai usul pemerintah dan DPR. Terkesan ada saling lempar tanggung jawab antara dua pihak ini.
Baca juga: RUU KPK dan RUU Tax Amnesty Masuk Prolegnas, Siapa yang Usulkan Draf?
"Secara hukum, tidak ada itu usulan bersama. Yang ada usul pemerintah atau usul inisiatif DPR. Itu jadi salah satu pertanyaan juga. Kenapa enggan bertanggungjawab atas usulan sendiri?" tutupnya. (imk/hri)











































