James Wannerton benar-benar manusia langka. Rasa makanan bagi James bukan semata bumbu dalam masakan dan rasa yang dicecap lidahnya. Dia bisa merasakan rasa masakan hanya dengan melihat warna, suara, bahkan sekadar kata-kata.
Air liurnya gampang sekali terangsang tanpa perlu mencecap rasa atau mencium aroma masakan. Satu warna atau satu kata saja, bisa membuat lidahnya terangsang. "Seolah-olah mulutku penuh makanan. Rasanya persis seperti aku makan sesuatu," kata James, kepada NPR. Dan dia tak kuasa melawan rangsangan itu.
Hidupnya sungguh tersiksa. Selera makannya jadi kacau. "Otakku terus memompakan asam ke lambungku seolah-olah ada makanan yang harus diserap di sana," pemuda dari Inggris itu mengeluh. Orang-orang seperti James, punya 'kelainan' di otaknya, disebut Synesthesia. Bagi mereka, warna, suara, angka, kata-kata, bahkan bentuk, bisa punya rasa atau bau.
Bagi James, kata speak, rasanya seperti daging asap. Suara pensil jatuh, bagi otak dan lidahnya, rasanya seperti roti gandum. Suara pemindai di telinga James, rasanya seperti kentang setengah matang. Synesthesia bagi James, memang tak melulu seperti 'kutukan'. Dengan kemampuannya, James bisa mengenali semua 'rasa' di jaringan kereta bawah tanah di London sehingga tak akan tersesat.
Efek suara pada rasa makanan, bukan monopoli mereka yang punya synesthesia. Sudah bertahun-tahun, Charles Spence bersama tim peneliti di Laboratorium Riset Crossmodal, Universitas Oxford, Inggris, menelusuri pengaruh suara, warna, bentuk, dan sebagainya, terhadap nafsu makan dan sensasi rasa. Warna kuning pada kaleng minuman misalnya, bisa memberi 'rasa jeruk' bagi yang melihat. Warna merah pada kaleng Coke, menurut Charles, memancing sensasi rasa manis.
Masakan Tiongkok/UNL |
Nada-nada dengan frekuensi tinggi misalnya, berhubungan dekat dengan sensasi rasa manis, sementara nada berfrekuensi rendah bisa memancing sensasi rasa pahit. Ada yang menyebut bidang yang mereka tekuni ini sebagai gastrofisika. Tak sedikit perusahaan makanan dan minuman raksasa yang memanfaatkan keahlian Charles Spence.
Crown Holdings, perusahaan kaleng minuman terbesar di dunia, misalnya, meminta Charles dan timnya meneliti pengaruh bunyi pembuka kaleng minuman, apakah memberi sensasi panas atau dingin. Charles juga pernah meneliti mengapa perubahan bentuk cokelat susu Cadbury Daily Milk milik Mondelez kurang diterima konsumen. Menurut Charles, perubahan bentuk Cadbury membuatnya tampak terlalu manis, terlalu banyak mengandung gula.
Sekian tahun meneliti bunyi, warna, dan bentuk, Charles paham betul, lagu juga punya kekuatan besar dalam memengaruhi 'rasa' makanan. Alunan lagu, menurut Charles, seperti 'bumbu digital' bagi masakan. Percaya atau tidak, ternyata musik rock'n'roll ada hubungannya dengan rasa pedas cabai.
Dengan melibatkan ratusan relawan, Charles dan tim Laboratorium Riset Crossmodal Universitas Oxford meneliti pengaruh setiap genre musik terhadap rasa rupa-rupa jenis masakan. Hasilnya sungguh menarik. Restoran masakan Tiongkok, Charles menyarankan, jangan pernah memutar lagu Baby yang dinyanyikan Justin Bieber. Sebagian besar relawan mengaku kehilangan selera terhadap masakan Tiongkok saat disajikan bersama musik Justin Bieber.
Apa lagu yang cocok untuk menemani bersantap masakan Tiongkok? Menurut riset Charles Spence, masakan Tiongkok paling cocok disajikan bersama lagu Blank Space milik Taylor Swift atau Sing yang dinyanyikan Ed Sheeran. Jika Anda penggemar pasta, coba menyantapnya sembari ditemani alunan Nessun Dorma, Luciano Pavarotti, atau komposisi kondang Antonio Vivaldi, The Four Seasons. Masakan India yang sangat berempah, paling pas dinikmati bersama lagu rock seperti Dancing in the Dark, milik Bruce Springsteen, dan Queen, We Will Rock You.
Bruce Springsteen di Dallas/HuffingtonPost |
"Sebelumnya tak pernah ada orang yang mengaitkan musik dengan bumbu-bumbuan....Kebanyakan orang berpendapat, sensasi masakan hanya diperoleh dari rasa, aroma, dan penampilan masakan, tapi riset menunjukkan musik juga bisa memengaruhi rasa," kata Charles, kepada Telegraph.












































Masakan Tiongkok/UNL
Bruce Springsteen di Dallas/HuffingtonPost