Ukiran-ukiran dibatu nisan terpahat dengan rapi. Pada bagian bawahnya, tertulis nama, jabatan, gelar dan tahun dalam berbentuk kaligrafi. Awalnya nisan-nisan di sana sebagian besar sudah tidak terlihat lagi karena tertimbun tanah. Setelah digali baru kemudian ditaruh kembali diposisi semula sebagai penanda letaknya kuburan.
Berjalan ke atas bukit, pengunjung dimanjakan dengan pemandangan laut biru yang berpendar-pendar. Bukit Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Kabupaten Aceh Besar, Aceh Besar kini memang sudah tidak terurus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Di dalam bukit, terdapat ratusan nisan di antaranya milik qadhi (hakim), malik (raja) maupun bangsawan. Pahatan di nisan sebagian besar masih dapat dibaca oleh arkeolog. Ada juga yang sudah rusak parah sehingga tidak dapat diketahui asal usulnya. Tak hanya itu, di sana juga banyak ditemukan pecahan-pecahan keramik, guci dan lainnya.
"Kerajaan Lamuri ini menjadi cikal bakal berdirinya Kerajaan Aceh Darussalam di Gampong Pande, Banda Aceh," kata Kolektor Manuskrip Kuno, Tarmizi A. Hamid saat dihubungi detikcom, Rabu (25/11/2015).
Kerajaan Lamuri yang berpusat di Lamreh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar ini diyakini sebagai kerajaan tertua di Aceh. Dalam sebuah seminar tentang "Mewujudkan Lamuri sebagai Situs Cagar Budaya", Pengarah Pusat Penyelidikan Arkeologi Global USM Malaysia, Prof Dr Dato' Mukhtar bin Saidin, menyebutkan nisan tertua yang pernah ditemukan di sana yaitu dari tahun 1007 masehi.
"Ini dua tahun lebih tua daripada kerajaan Islam pertama yaitu Kerajaan Pasee," kata Mukhtar.
Letak Kerajaan Lamuri sangat strategis sebagai pusat perdagangan. Di bawah bukit terdapat lautan yang dijadikan sebagai pelabuhan. Sehingga tidak heran jika kerajaan ini banyak disinggahi kapal-kapal perdagangan dunia pada zaman dulu. Di sana, jadi pusat perputaran uang antar bangsa.
Awalnya, Kerajaan Lamuri memang bukan kerajaan Islam. Dari beberapa batu nisan yang diteliti arkeolog, membuktikan adanya evolusi dari Hindu ke Islam dari aspek budaya. Menurut Mukhtar, hal tersebut memperkuat bahwa Islam masuk ke Aceh bukan secara paksa.
"Tapi melalui perdagangan," jelasnya.
Beberapa peneliti mengungkapkan, pahatan-pahatan pada ukiran batu nisan yang ditemukan di bukit Lamreh ini memiliki keunikan tersendiri. Bentuknya khas kerajaan. Pahatan pada nisan berbeda-beda, tergantung jabatan yang diemban semasa kerajaan berdiri.
"Batu nisan di sana juga khas dan satu-satunya di dunia," ungkap Mukhtar.
Kerajaan Lamuri diyakini sudah ada jauh sebelum abad ke 13. Selain dilihat dari berbagai bentuk nisan, juga ada tulisan-tulisan yang menyebut tentang kerajaan tertua di Aceh ini. Beberapa orang yang pernah melakukan perjalanan keliling didunia seperti Laksamana Cheng Ho, Marcopolo, dan sejumlah nama lain diketahui pernah singgah ke sana.
"Cheng Ho pernah singgah di Lamuri sebanyak tujuh kali. Marcopolo juga pernah menyebut tentang Lamuri," kata Arkeolog Aceh, Dr Husaini Ibrahim MA, dalam seminar tersebut.
Menurut Husaini, beberapa bukti yang membuktikan adanya Kerajaan Lamuri pada zaman dulu yaitu terdapat banyak benteng. Antara satu benteng dengan benteng lainnya memiliki rangkaian. Tiga benteng paling terkenal yang menjadi cikal bakal lahirnya Aceh lhee sagoe adalah Benteng Indrapatra, Indrapurwa, dan Indrapuri.
Selain itu, bukti lain adanya 'kehidupan' di sana diketahui dari banyaknya nisan-nisan yang ditemukan. Meski demikian, masih ada ratusan nisan yang sudah tidak terlihat. Husaini menyebut, nisan di sana banyak yang rusak maupun sudah dirusak untuk tujuan tertentu.
![]() |
"Untuk akses ke sana sekarang masih sulit," ungkapnya.
Kerajaan Lamuri terpaksa pindah ke Gampong Pande, Banda Aceh karena disebabkan beberapa hal. Di antaranya lokasinya sudah sangat padat, perlu berkembang lagi terutama menguasai pelabuhan-pelabuhan yang strategis. Selanjutnya yaitu pengaruh Islam dari Lamuri ke Kampung Pande. Alasan lain yakni ingin membuat pusat Kerajaan Islam baru di Gampong Pande agar dapat menjangkau keseluruh pelosok Aceh lhee sagoe (Aceh segi tiga).
Ada beberapa ahli sejarah Eropa berpendapat, pindahnya Lamuri ke Kampung Pande akibat adanya serangan dari Kerajaan Pedir (Pidie).
"Tapi itu belum dapat dipastikan secara arkeologi, karena sifat-sifat kerajaan memang punya strategi perpindahan pusat kerajaannya," ungkap Tarmizi.
![]() |
Berdasarkan beberapa sumber, diketahui ada 10 raja yang pernah memerintah di Lamuri. Hal ini diketahui berdasarkan batu nisan dan kuburan yang ditemukan. Dari 10 raja, delapan orang bergelar malik dan dua orang bergelar sultan. Di sana juga terdapat makam Sultan Sulaiman bin Abdullah (wafat 1211), penguasa pertama di Indonesia yang diketahui menyandang gelar "sultan".
Tiga tahun lalu, keberadaan bukit Lamreh sempat menghebohkan. Pasalnya, di sana hendak dibangun lapangan golf bertaraf internasional. Beberapa hektar tanah milik warga sudah dilakukan proses ganti rugi. Meski demikian, ada juga warga yang tidak memberikan tanahnya dibangun lapangan golf.
![]() |
Lokasi pembangunan lapangan golf ini persis pada pusat 'kerajaan', tempat ditemukannya banyak nisan. Rencana dana yang dikucurkan pihak pengembang saat itu mencapai Rp 211 miliar. Selain lapangan di sana juga rencananya bakal membangun resort berkapasitas 100 kamar.
Saat itu, gelombang protes langsung disuarakan para aktivis maupun arkeolog yang giat melakukan penelitian di Lamuri. Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Aceh-Sumatera Utara, kemudian turun tangan meminta agar rencana pembangunan lapangan golf dihentikan. Hal tersebut karena tempat tersebut bagian dari situs sejarah.
Menurut Prof Muhktar, penyelamatan situs Lamuri harus segera dilakukan agar tidak ada jejak sejarah yang hilang. Ia berharap, batu nisan yang ditemukan di sana tidak dipindahkan ketempat lain apalagi dibawa pulang ke rumah.
"Tolong batu nisan ini diselamatkan. Saya menyayangkan ada rencana pembangunan lapangan golf di atas situs ini," ungkap Mukhtar.
Menurut Dr Husaini, banyak nisan-nisan di bekas Kerajaan Lamuri sengaja dirusak oleh orang-orang tidak bertanggung jawab. Tujuannya, untuk menghilangkan jejak sejarah agar dapat dilakukan pembangunan lapangan golf. Ia sangat menyayangkan aksi pengrusakan tersebut.
![]() |
"Jadi ada yang sengaja dirusak, ini (nisan) sengaja dihilangkan. Sebagian uang ganti tanah sudah dibayar kepada warga," jelas Husaini.
Dalam seminar yang dihadiri berbagai kalangan beberapa waktu lalu, Prof Mukhtar, mengharapkan agar situs Kerajaan Lamuri segera dijadikan sebagai cagar budaya. "Jika situs Lamuri tidak dijadikan cagar budaya, tahun depan tidak perlu ada seminar lagi, karena satu-satu akan lenyap," tegas Mukhtar.
Bukit Lamuri tidak hanya menyimpan nilai sejarah. Kawasan yang terletak sekitar 39 kilometer dari Banda Aceh juga dapat dijadikan sebagai lokasi wisata. Untuk berkunjung ke sana, pengunjung dapat melewati jalan Laksamana Malayati. Letaknya beberapa kilometer dari pelabuhan Malahayati, Krueng Raya, Aceh Besar.
Sederet tempat wisata terdapat di sana. Sebut saja, bukit Soeharto, pasir putih pantai Lhok Me, dan wisata bukit Lamreh. Di bekas Kerajaan Lamuri ini, pengunjung juga dimanjakan dengan keindahan laut yang membentang luas. Turun ke bawah bukit, pengunjung dapat melakukan snorkling atau memancing.
![]() |
Tak jauh dari sana, wisatawan juga dapat melihat sebuah bukit yang terletak di tengah laut. Bukit Amat Ramanyang, namanya. Konon menurut cerita, di sana ada seorang anak durhakaΒ yang dikutuk ibunya menjadi batu. Ceritanya tak jauh beda dengan cerita Malin Kundang, yang menjadi cerita rakyat di Sumatera Barat.
Akses menuju ke lokasi wisata Lamreh ini memang masih terlalu sulit. Dari jalan Laksamana Malayahati arah ke laut Lamreh belum ada jalan aspal. Pengunjung harus berjalan kaki menyusuri jalan bebatuan. Pada waktu hujan, jalanan berubah menjadi licin.
![]() |
"Lamuri mempunyai kekayaan bukan hanya di darat, tapi juga di bawah laut," ungkap Husaini.Β Β (dra/dra)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini