Konsep itu sempat ia tawarkan kepada Susilo Bambang Yudhoyono saat menjabat presiden, tetapi tidak ditindaklanjuti. Kini, setelah Sutiyoso menjadi bagian dari pemerintahan, ia akan mengusulkannya kembali kepada Presiden Jokowi
Konsep tersebut telah ditulis Sutiyoso dalam buku berjudul "Jakarta Megapolitan" yang terbit awal tahun lalu. Konsep Megapolitan adalah bagaimana mengintegrasikan tata ruang yang meliputi wilayah Jakarta dan kawasan penyangga di sekitarnya. "Waktu menjabat Gubernur Jakarta, saya sudah bicara di berbagai forum soal ini," kata Sutiyoso, kini menjabat Kepala Badan Intelijen Negara, saat berbincang dengan detikcom, Rabu (11/11).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun konsep tersebut bukan berarti akan menyatukan secara administratif daerah penyangga ke dalam wilayah "megapolitan Jakarta". Melainkan hanya mengintegrasikan pengendalian kawasan dan tata ruangnya. "Jadi wilayah Tangerang ya tetap di Provinsi Banten," tutur Sutiyoso.
Integrasi tata ruang, misalnya dalam membangun sistem transportasi, seperti busway atau MRT (mass rapid transit). Melalui lembaga megapolitan, jaringan busway bisa diteruskan hingga menembus kawasan Tangerang (Provinsi Banten) dan Bekasi (Jawa Barat). "Demikian halnya MRT yang menjangkau sampai Depok dan Bogor. Jadi orang-orang Depok yang bekerja di Jakarta, pulang-pergi cukup naik MRT," ucap purnawirawan jenderal bintang tiga ini.
Sejak ia menjabat Gubernur Jakarta, Sutiyoso telah merancang jalur busway (TransJakarta) hingga ke kawasan Pulogebang, Jakarta Timur. Semestinya, menurut Bang Yos, jalur tersebut bisa diteruskan hingga masuk ke wilayah Bekasi. "Tapi (usulan) saya ini kan, enggak pernah dilanjutkan," kata dia.
Begitu juga soal banjir. Jika konsep megapolitan tak kunjung dilaksanakan, ia meyakini Jakarta akan tetap menghadapi persoalan banjir. Nah, lembaga megapolitan lah yang akan mengintegrasikan Pemerintah Provinsi Jakarta dan daerah-daerah penyangga di sekitarnya untuk membangun sejumlah waduk, seperti di Bogor dan Bekasi. Fungsi waduk-waduk tersebut adalah untuk membelokkan aliran 13 sungai yang melintas Jakarta, sehingga banjir di ibu kota bisa dicegah.
"Waduk-waduk itu bisa menjadi kantong air di saat musim hujan, dan menjadi tabungan air baku di musim kemarau," ujar Sutiyoso. Waduk-waduk juga bisa difungsikan sebagai tempat wisata (rekreasi), disamping untuk kepentingan pengairan lahan pertanian.
Ia memperkirakan setidaknya perlu dibangun lima waduk untuk pencegahan banjir Jakarta. Sementara, pemerintah pusat dan Pemprov DKI saat ini baru merencanakan dua saja, yakni Waduk Sukamahi dan Waduk Ciawi di Kecamatan Megamendung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.
Namun untuk membentuk lembaga megapolitan harus lebih dulu dibuat undang-undangnya. UU tersebut juga akan mendasari pengaturan anggaran pengelolaan tata ruang wilayah megapolitan. Nah, lembaga itu tentu harus dipimpin seorang pejabat yang memiliki kewenangan di bidang tata ruang. Ia harus bisa melakukan singkronisasi tata ruang kawasan Jakarta dengan daerah lain di sekitarnya.
Sutiyoso berharap konsep megapolitan ini bisa berimbas pada kemajuan daerah penyangga. Misalnya, pengembang akan lebih tertarik menggeser proyek-proyeknya ke Depok, Tangerang, atau Bekasi. "Karena pada saat itu transportasi sudah tidak jadi masalah lagi," tuturnya.
Namun Sutiyoso masih menunggu waktu yang tepat untuk mengusulkan kembali konsep megapolitan tersebut kepada atasannya, Presiden Jokowi. "Saat ini pemerintah masih menghadapi banyak masalah. Pada saatnya nanti akan saya bicarakan (soal konsep Megapolitan)," begitu kata Sutiyoso. (dim/mad)