Menurut Mensos, beberapa daerah yang dijadikan pemukiman bagi suku Anak Dalam adalah Kepulauan Meranti, Riau dan Batanghari, Jambi.
"Di Kepulauan Meranti, setelah mereka disediakan pemukiman. Harapannya setelah disediakan pemukiman maka mereka menyuruh anak-anaknya untuk sekolah dan itu berjalan di beberapa titik. Di Batanghari pun berjalan disediakan boarding school untuk SMP dan SMA," tutur Khofifah di kantor Kemensos, Jl Salemba, Jakarta, Rabu (4/11/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena anaknya disekolahkan karena boarding itu ada orangtuanya yang mengajak anaknya kembali ke hutan. Mereka datang menengok anaknya. Varian-varian melepas anaknya sekolah memang membutuhkan pendekatan spesifik," sebutnya.
Persoalan ini yang butuh proses karena pendidikan menjadi kunci penting agar suku Anak Dalam tak tertinggal dalam ilmu pendidikan. Ada saran agar guru yang mengajar bersedia ke pedalaman untuk memberikan pendidikan.
"Ada yang disampaikan tadi oleh dewan pakar (Dewan Pakar Forum Komunitas Adat Terpencil, red) kalau akan disekolahkan, tapi jangan di bawa keluar, gurunya yang harus ke dalam. Nah, gurunya kalau harus bagaimana? Di Sarolangun itu jauh sampai 60 kilometer loh," tuturnya.
Lanjutnya, kata dia, pemerintah pusat juga melakukan koordinasi dengan pemerintah daerah. Misalnya, seperti di beberapa daerah yang terlanda bencana kabut asap. Hal ini terlihat dalam kunjungan Presiden Joko Widodo ke beberapa daerah, pekan lalu.
"Bagi mereka yang mau dimukimkan itu lah yang kemarin, Pak Jokowi tanya langsung kepada mereka? Mau nggak dimukimkan? Mau mereka kalau lahannya luas. Itu karena kami mau berkebun. Makanya ditanya bupatinya oleh presiden. Saya tahu, karena saya juga dipanggil, mensos, bupati-bupati," tuturnya.
Menurutnya, saat berkomunikasi dengan kepala daerah atau bupati, Jokowi menanyakan kesanggupan penyediaan lahan kepada bupati yang bersangkutan. "(Bupati) di Sarolangun itu 1 KK (kepala keluarga) bisa 1,5 hektar. Setelah suku anak dalam, di Sarolangun, saya berlanjut ke Merangin. Di situ lalu bupati, saya tanya. Pak Bupati, tadi itu pak Presiden menyampaikan di Sarolangun, persiapan lahan, 1,5 hektar per 1 KK bagi yang berminat. Bupati Merangin mengaku siap, 2 hektar untuk 1 KK," tuturnya.
Selain kesanggupan penyediaan lahan, menurutnya, suku Anak Dalam seharusnya diberikan pendampingan dalam berladang. Peran kepala daerah dengan jajaran di bawahnya yang diperlukan dalam membimbing suku Anak Dalam ini. "Mereka berladang tapi berarti harus disiapkan pendampingan untuk berladang, kasih tahu cara menyangkul, disiapkan bernanam, disediakan bibitnya. Jadi, pola-pola begini akan kami koordinasikan, termasuk 43 rumah yang sedanh dibangun di Merangin, Insya Allah Desember, kita akan resmikan untuk suku Anak Dalam," sebutnya.
Namun, dia mengingatkan kembali proses mengajak suku Anak Dalam agar bisa memiliki kehidupan layak dari hunian rumah sampai pendidikan memerlukan waktu. Bila suku Anak Dalam memiliki pola pikir kuat untuk bertahan akan sulit mengajaknya untuk pindah.
"Upaya pembinaan, dimukimkan secara tetap butuh waktu enam tahun, dari semua yang diajak, tapi hanya sekitar 17 persen yang bisa bertahan. Tradisi (suku Anak Dalam) Sarolangun masih kuat," katanya. (hty/aan)