"Yup betul (jangan terlalu heboh). Sesuai hakikat SE, dia tetaplah SE, yang bukan merupakan peraturan perundang-undangan," kata ahli perundang-undangan Dr Bayu Dwi Anggono saat berbincang dengan detikcom, Senin (2/11/2015).
SE masuk kategori peraturan negara (staatsregelings) namun bukanlah peraturan perundang-undangan (wettelijk regeling). Peraturan negara sebagai peraturan-peraturan tertulis yang diterbitkan oleh instansi resmi (lembaga maupun pejabat tertentu) dapat dibagi 3 kelompok:
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
2. Peraturan kebijakan (beleidsregels) seperti instruksi, surat edaran, pengumuman, dan lain-lain;
3. Penetapan (beschikking) seperti surat keputusan dan lain-lain.
Nah, peraturan kebijakan seperti SE Kapolri ini memiliki ciri yaitu pertama dibentuk oleh badan/pejabat administrasi negara yang pelaksanaan wewenang tersebut tidak didasarkan menurut kewenangan peraturan perundang-undangan (baik atribusi maupun delegasi) tetapi didasarkan asas kebebasan bertindak.
"Pelaksanaan kebijakan tersebut tidak dituangkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan dikarenakan pembuatnya tidak mempunyai kewenangan peraturan perundang-undangan (baik atribusi maupun delegasi). Kewenangan yang dimiliki hanya dibatasi pada segi-segi pelaksanaan dan tidak ada kewenangan mengatur (wetgever)," kata Bayu.
Kedua, isi peraturan kebijakan pada dasarnya ditujukan dan berlaku bagi pembuat peraturan kebijakan itu sendiri atau dibuat dan berlaku bagi badan atau pejabat administrasi yang menjadi bawahan pembuat peraturan kebijakan. Jadi yang pertama-tama melaksanakan ketentuan dalam peraturan kebijakan adalah badan atau pejabat administrasi negara, meskipun ketentuan tersebut secara tidak langsung akan dapat mengenai masyarakat umum.
Ketiga, secara substantif berbagai bentuk peraturan kebijakan dapat berisi pedoman, petunjuk pelaksanaan, petunjuk teknis atau lainya. Sebagai akibat peraturan kebijakan yang bukan peraturan perundang-undangan, maka peraturan kebijakan tidak secara langsung mengikat secara hukum tetapi mengandung relevansi hukum yaitu yang pertama-tama harus melaksanakan ketentuan dalam SE adalah badan atau pejabat administrasi negara.
"Meskipun demikian ketentuan ini secara tidak langsung akan mengenai masyarakat umum. Karena berdampak bagi masyarakat umum maka untuk itu tetap perlu diperhatikan beberapa asas dalam pembentukan SE yaitu asas-asas umum pemerintahan yang baik seperti kepastian hukum, kemanfaatan, kecermatan, kepentingan umum, dan sebagainya," kata ahli hukum dari Universitas Jember itu.
SE sebagai peraturan kebijakan dibenarkan sepanjang mengatur pejabat dan badan pembuat SE sendiri atau mengatur bawahan dari pejabat pembuat SE. Menurut Bayu, mengingat SE bukan kategori peraturan perundang-undangan maka tidak layak mengatur masyarakat umum.
"Yang boleh mengatur masyarakat umum adalah peraturan perundang-undangan yang hakikatnya merupakan kewenangan lembaga legislatif dan badan eksekutif yang mendapat pelimpahan untuk mengatur dari badan legislatif," ujar Bayu.
Bayu mencontohkan dalam beberapa kasus seperti SE yang dibatalkan MA. Dalam putusan judicial review Nomor 23P/HUM/2009, MA membatalkan SE Dirjen Minerba dan Panas Bumi No 03.E/31/DJB/2009 tentang Perizinan Pertambangan Mineral dan Batubara sebelum terbitnya Perppu No 4 Tahun 2009.
"Tujuan SE Kapolri sebenarnya ditujukan untuk internal kepolisian atau bawahan Kapolri agar memiliki pemahaman yang sama terkait bentuk ujaran kebencian, aspek ujaran kebencian, media ujaran kebencian, dan prosedur penanganan dalam hal terjadi perkara ujaran kebencian," kata Bayu memaparkan.
SE ini tidak bisa dijadikan dasar pemidanaan mengingat hanya mengatur prosedur penanganan perkara di internal kepolisian.
"Untuk menjerat pelaku ujaran kebencian dan memberikan hukuman bagi mereka tentu harus berdasarkan UU yang berlaku apakah itu KUHP atau UU ITE," pungkas Bayu. (asp/Hbb)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini