Tegas. Begitu mungkin kata yang bisa menggambarkan kinerja Jokowi-JK dalam setahun pemerintahan terkait penegakan hukum bagi bandar narkoba. Tak kurang dari 14 terpidana narkoba dieksekusi mati setahun ini tanpa negosiasi, termasuk warga negara asing.
14 Terpidana narkoba itu dieksekusi setelah berbagai langkah hukum dilakukan, termasuk mengajukan grasi kepada Presiden Jokowi. Namun, Jokowi bergeming dan memilih menabuh genderang perang melawan narkoba.
Dor! Tembakan regu tembak menyalak di Nusakambangan pada 18 Januari 2015, pukul 00.30 WIB. Presiden Joko Widodo membuktikan janjinya. Suara letupan senjata regu tembak Brimob Polda Jawa Tengah mengakhiri hidup 6 terpidana mati kasus narkoba yang grasinya ditolak Jokowi.
Sebanyak 5 terpidana dieksekusi di Nusakambangan, dan satu terpidana lain Tran Thi Bich Hanh alias Asien ditembak di Mako Brimob Boyolali. Eksekusi mati gelombang pertama ini menuai sorotan berbagai media asing dan kecaman pun berdatangan dari negara yang warganya ikut dieksekusi.
Jika dihitung, proses eksekusi mati gelombang pertama ini hanya berselang 3 bulan sejak Jokowi-JK memimpin. Merujuk 'Sembilan Agenda Prioritas' atau sering disebut 'Nawa Cita', keputusan eksekusi mati adalah janji nawa cita poin pertama. "Kami akan menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara".
Ya, menjamin perlindungan bagi segenap warga, dalam hal ini dari bahaya narkoba. Harapannya tentu memberikan efek jera kepada bandar narkoba. Jika merujuk data BNN, sebanyak 50 orang meninggal setiap hari karena narkoba.
Ternyata tak sampai situ. Selang 3 bulan dari eksekusi mati gelombang pertama, Jokowi melalui Kejaksaan Agung mengeksekusi mati lagi pada Rabu, 29 April 2015 pukul 00.35 WIB. Padahal kecaman negara sahabat sejak eksekusi mati gelombang pertama pun belum usai.
Lagi-lagi Jokowi bergeming dan memilih menunjukkan ketegasan bahwa negara harus hadir menjamin perlindungan bagi segenap warga. Pada eksekusi mati gelombang II ini sebetulnya ada 10 yang akan dieksekusi, namun dua diurungkan.
Pertama WN Perancis, Serge Areski Atlaoui Serge ditunda eksekusinya karena melakukan gugatan ke PTUN. Serge adalah terpidana kasus narkoba karena menjadi peracik di pabrik sabu Cikande, Tangerang.
Satu lagi Mary Jane, warga negara Filipina itu ditunda eksekusinya karena belakangan dianggap sebagai korban trafficking. Mary Jane ditangkap karena membawa masuk narkoba ke Indonesia. Pelaku perdagangan manusia yang diduga terlibat dengan Mary Jane menyerahkan diri ke otoritas Filipina.

Berikut daftar 14 terpidana mati yang dieksekusi Jokowi dalam setahun pemerintahan Kabinet Kerja:
1. WN Brazil, Marco Archer Cardoso Moreira, kasus penyelundupan 13 kg kokain
2. WN Malawi, Namaona Denis, kasus penyelundupan 1 kg heroin
3. WN Nigeria, Daniel Enemuo, kasus penyelundupan heroin lebih dari 1 kg
4. WN Belanda, Ang Kiem Soei, kasus pabrik narkoba terbesar se-Asia
5. WN Vietnam, Tran Thi Bich Hanh, kasus penyulundupan 1,5 kg sabu
6. WNI Rani Andriani, kasus penyelundupan 3,5 kg heroin
7. WN Australia, Myuran Sukumaran, kasus penyelundupan 8,2 kg heroin
8. WN Ghana, Martin Anderson, kasus perdagangan 50 gram heroin
9. WN Spanyol, Raheem Agbaje Salami, kasus penyelundupan 5,8 kg heroin
10. WN Brasil, Rodrigo Gularte, kasus penyelundupan 6 kg heroin
11. WN Australia, Andrew Chan, kasus penyelundupan 8,2 kg heroin
12. WN Nigeria, Sylvester Obiekwe Nwolise, kasus penyelundupan 1,2 kg heroin
13. WN Nigeria, Okwudili Oyatanze, kasus perdagangan 1,5 kg heroin
14. WNI, Zainal Abidin, kasus 58 kg ganja
Masih akan ada lagi eksekusi mati gelombang III bagi terpidana kasus narkoba lain. Kepala BNN Komjen Budi Waseso menyebut ada sekitar 60 orang terpidana yang menunggu eksekusi. Buwas mendorong mereka segera dieksekusi.
"Nanti mereka malah membuat jaringan kalau ditunda-tunda terus," ujar Buwas Jumat (4/9) lalu.
Jaksa Agung sudah mengajukan anggaran ke DPR untuk eksekusi mati gelombang III, meski tak disebutkan siapa saja yang akan dieksekusi. Lalu kapan eksekusi mati berikutnya digelar?
(miq/asp)