"Waktu dulu kita atur seperti itu, tapi justru nggak bisa. Hasil temuan kita, nggak bisa diganti uang karena tidak ada dasarnya," kata Ahok di Balai Kota Jakarta, Jl Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (20/8/2015).
Kini, Ahok menegaskan orang-orang yang menduduki tanah negara itu tak akan dapat apa-apa. Bahkan apabila mereka membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), itu tak akan membuat mereka mendapat ganti rugi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia berang dengan sikap orang-orang yang menduduki tanah negara namun malah menuntut ganti rugi. Bila dibenarkan bahwa orang yang tak punya SHM bisa mendapatkan ganti rugi, maka bisa-bisa banyak orang akan menduduki Balai Kota DKI, Monas, bahkan Istana Negara agar di kemudian hari mendapatkan ganti rugi.
"Kalau saya ganti, pakai mata anggaran apa saya mengganti? Seandainya ada mata anggaran pun, akan ada masalah nanti," kata Ahok.
Dia juga menyatakan tak ada 'uang kerohiman' untuk penduduk Kampung Pulo dan korban gusuran pada umumnya. Soalnya, terminologi 'uang kerohiman' memang tak ditemukan di sistem tata negara Indonesia.
"Kita aja yang 'gendeng (gila)'. Nggak ada istilahnya uang kerohiman. Mungkin zaman dulu itu banyak oknum nyolong, main," tuturnya.
![]() |
Di mata Ahok, para pemrotes itu cuma ingin duit. Padahal Pemerintah Provinsi sudah menyediakan Rumah Susun Sederhana Sewa dengan uang perawatan Rp 10 ribu per hari saja. Namun tetap saja mereka menuntut uang ganti rugi.
"Ganti atau nggak ganti pun nggak jelas. Kalau ada (uang ganti dan kerohiman), saya ajak teman-teman menduduki Balai Kota, dapat 25 persen NJOP lho! Nah, NJOP daerah di sini bisa Rp 60 juta. Kalau 25 persen, kira-kira Rp 15 juta lho semeter. Kalau menduduki 100 meter juga lumayan, Rp 1,5 miliar satu orang," sambung Ahok. (dnu/ega)