"Menurut saya kurang tepat. Fakta-fakta dan bukti di persidangan sama sekali tidak mendukung posita apalagi petitum kejaksaan pada saat itu. Semua bukti dokumen hanyalah fotocopy, dari saksi-saksi fakta yang diajukan jaksa kebanyakan tidak relevan dan tidak mendukung dalil-dalil jaksa. Jadi bagaimana bisa gugatannya dikabulkan? Untuk saya aneh!" kata Juan Felix saat berbincang dengan detikcom, Selasa (11/8/2015).
Juan Felix menjelaskan, hingga saat ini pihak keluarga Cendana belum memutuskan langkah apa yang akan dilakukan guna merespon putusan MA tersebut. Hingga saat ini, belum ada perintah dari keluarga Cendana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sampai sekarang kami belum terima putusan dan belum dihubungi klien," imbuhnya.
Kasus bermula saat Presiden Soeharto mengeluarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 15/1976 yang menentukan 50 persen dari 5 persen sisa bersih laba bank negara disetor ke Yayasan Supersemar. Bermodal PP ini, Yayasan Supersemar sejak 1976 hingga Soeharto lengser, mendapatkan uang sebesar USD 420 juta dan Rp 185 miliar.
Namun dalam perjalanannya, dana tersebut yang seharusnya untuk membiayai dana pendidikan rakyat Indonesia diselewengkan. Setelah Soeharto tumbang, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) yang diwakili Kejaksaan Agung (Kejagung) menggugat Yayasan Supersemar yang diketuai oleh Soeharto telah melakukan perbuatan melawan hukum.
Pada 27 Maret 2008, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel) mengabulkan gugatan Kejagung dan menghukum Yayasan Supersemar membayar ganti rugi kepada RI sebesar USD 420 juta dan Rp 185 miliar. PN Jaksel menyatakan Yayasan Supersemar telah melakukan perbuatan melawan hukum. Putusan ini dikuatkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta pada 19 Februari 2009.
Vonis ini lalu dikuatkan di tingkat kasasi. Majelis kasasi menghukum Yayasan Supersemar membayar kepada Penggugat 75 persen x USD 420 juta atau sama dengan USD 315 juta dan 75 persen x Rp 185.918.904 = Rp 139.229.178. Namun ternyata putusan kasasi itu salah ketik, seharusnya tertulis Rp 185 miliar, tetapi tertulis Rp 185.918.904. Duduk dalam majelis kasasi yang diketok pada 28 Oktober 2010 ini yaitu hakim agung Dr Harifin Tumpa dengan anggota Rehngena Purba dan Dirwoto.
Kesalahan ketik ini lalu membuat geger karena putusan tidak dapat dieksekusi. Alhasil, jaksa lalu mengakukan peninjauan kembali pada September 2013. Dalam PK ini, Jaksa Agung Basrief Arief memasukkan ahli waris keluarga Soeharto untuk bertanggung jawab karena Soeharto telah meninggal dunia. MA lalu mengabulkan permohonan pemohon PK yaitu Negara Republik Indonesia cq Presiden Republik Indonesia terhadap termohon tergugat HM Soeharto alias Soeharto (ahli warisnya) dkk. Putusan ini dilansir di website MA.
Siang ini MA menyatakan bahwa putusan PK hanya meralat salah ketik tersebut. (Hbb/asp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini