"Tidak benar ada pecah ban saat pesawat melakukan pendaratan, yang jelas situasinya saat itu hujan deras dan pesawat memenuhi semua persyaratan yang diminta untuk melakukan pendaratan, seperti jarak pandang yang clear sejauh 1.000 meter, kecepatan angin normal yang mencapai enam knot," kata Vice President Citilink Indonesia Benny S Butarbutar di Padang, Selasa (4/8/2015).
Benny mengemukakan hal itu usai menyaksikan pemeriksaan preliminary safety investigation yang dilakukan tim Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) di hanggar Bandara Minangkabau Padang. Selain tim KNKT ada juga tim teknis Citilink dan tim dari Garuda Maintenance Facility (GMF).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Benny juga menjelaskan bahwa kehadiran tim KNKT merupakan keharusan seperti yang diamanatkan oleh undang-undang guna memastikan penyebab tergelincirnya pesawat Citilink yang saat itu membawa sebanyak 178 penumpang, termasuk satu orang anak dan tiga bayi.
"Citilink sangat kooperatif karena kita sadar hasil temuan tim KNKT bukan untuk mencari kesalahan tetapi menemukan apa yang salah sehingga ke depannya bisa dibuatkan mekanisme yang bisa mencegah peristiwa serupa sehingga safety penerbangan tetap menjadi fokus maskapai penerbangan dan semua pihak terkait," ujarnya.
Hingga saat ini, tim KNKT masih melakukan investigasi terhadap penyebab tergelincirnya pesawat Citilink. Bersama tim GMF, tahapan awal dari penyelidikan telah dilakukan, mulai dari pengumpulan data laporan cuaca, kronologis dan kondisi pesawat saat melakukan pendaratan serta kegiatan evakuasi penumpang dan pesawat.
"Tim KNKT meminta semua hal yang terkait dengan insiden secara kronologis seperti transkrip rekaman komunikasi antara pilot dan menara pengatur lalu lintas udara, rekaman CCTB, beragai dokumentasi tentang kejadian yang ada hingga alat pencatat data penerbangan (Flight Data Recording-FDR), dan rekaman komunikasi pilot di kokpit pesawat (Cockpit Voice Recording-CVR)," ujar Benny.
(fdn/fdn)