Untuk menguatkan dalil yang disampaikan, pihak Kejati DKI menghadirkan Andi Hamzah. Guru besar hukum pidana itu menyebut bahwa penghitungan kerugian negara tidak selalu melalui BPK.
"Lembaga akuntan, bukan hanya BPK atau BPKP. Tapi di luar itu bisa," kata Andi saat memberikan pendapatnya dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel), Jalan Ampera Raya, Jakarta Selatan, Jumat (31/7/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Yang dapat menimbulkan kerugian keuangan negara. Itu dapat, bukan setelah kerugian negara. Ini banyak yang salah menafsirkan. Jadi ini yang saya tegaskan 'yang dapat' merugikan keuangan negara, bukan setelahnya," papar Andi.
Sebelumnya, Sarif Nahdi, penyidik Kejati DKI yang dihadirkan sebagai saksi fakta, menyebutkan bahwa pihaknya telah mendapatkan penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi gardu listrik. Dari 21 gardu listrik, penyidik telah mengantongi kerugian negara pada 4 gardu listrik.
"Yang pertama itu sekitar Rp 33 miliar, sekitar itu. Yang kedua Rp 25 miliar sekian. Itu untuk 4 gardu listrik, yang pertama 2 gardu dan yang kedua juga dua gardu. Penghitungan kerugian negara itu tidak merujuk pada tersangka tetapi pada peristiwanya. Di dalam PKN (Penghitungan Keuangan Negara) dari BPKP tidak merujuk pada tersangka A, B, C tetapi di dalam peristiwa. Di dalam peristiwa itu," ucap Sarif. (dha/dra)