Berikut penuturan dua orangtua korban tentang kejadian dugaan pelecehan seksual yang dialami putra-putrinya.
"Tadinya saya enggak tahu kenapa perilaku putra saya kok berbeda. Putra saya berkali-kali minta pindah sekolah. Kemudian, waktu itu, dia sempat cerita ke saya, kalau ada yang pegang kemaluannya," ujar orangtua korban berinisial IV kepada detikcom, Sabtu (11/7/2015).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kemudian, pada 30 April 2015, IV menjemput anaknya pulang dari sekolah sekitar pukul 14.00 WIB. Saat itu, IV melihat putranya terlihat muram, dan perilakunya berbeda.
"Mulai dari pulang sekolah dia enggak mau mandi, enggak mau makan sampai magrib. Saya tanya terus, apakah ada yang menganggu. Anak saya awalnya enggak menjawab terbuka, tapi saya merasa ada yang tidak beres," katanya.
Kemudian, putranya berhasil dibujuk makan dan sekitar pukul 21.00 WIB, tidur. Tiba-tiba anaknya mengalami sesak nafas. "Anak saya memang punya riwayat sesak nafas. Tapi enggak ada faktor alergi, kok sesak nafasnya berat. Malam itu juga saya uap di rumah," tuturnya.
Saat proses uap, IV mengorek informasi apa saja kejadian yang dialami putranya di sekolah pada hari itu. Termasuk kejadian pelecehan seksual yang dialaminya di sekolah.
"Dia mengaku, ternyata tititnya (kemaluan) diremas-remas oleh ciri-ciri orang yang mengarah ke dia (KM). Saya kaget, ternyata (pelakunya) orang dewasa," terangnya. Dia menambahkan, pelaku merupakan pegawai di sekolahan sebagai pengawas office boy (OB) dan juga memiliki hubungan kerabat dengan pemilik sekolah.
Malam itu juga, sekitar pukul 21.30 WIB, IV menghubungi wali kelas putranya untuk menyampaikan kasus dugaan pelecehan seksual tersebut. IV juga membawa putranya ke rumah sakit untuk divisum pada 1 Mei dini hari. Hasil visum tersebut, terdapat bekasΒ kuku dan memar di bagian dekat kemaluan putranya.
"Anak saya kesakitan terus. Pihak sekolahan juga adem ayem, enggak ada yang mengklarifikasi atau permintaan maaf. Bahkan, waktu enggak sengaja bertemu dengan wali kelasnya, dia enggak percaya dan mengatakan anak saya hanya cari alasan untuk pindah sekolah," terangnya. Kasus tersebut akhirnya dilaporkan ke Polda Jatim dengan nomor laporan LPB/736/V/2015/UM/Jatim hari Jumat 1 Mei 2015 pukul 18.00 WIB. Kemudian, laporan tersebut dialihkan ke Polres Sidoarjo.
Setelah melaporkan kejadian yang dialami putranya ke kepolisian dan pihak sekolah, IV kemudian sharing ke sesama wali murid. Ternyata ada wali murid lainnya insial TS, yang mengaku bahwa putrinya juga mengalami kasus pelecehan di lingkungan sekolah.
Pada 19 Juni lalu, TS memeriksa putrinya berusia 7 tahun dan masih duduk di bangku kelas 1 SD. "Awalnya anak saya enggak mau ngomong. Saya tanya apa ada yang jahat di sekolahan, atau mengganggu, katanya enggak ada. Mungkin waktu itu, putri saya belum tahu apa yang saya maksud. Setelah saya peragakan, apakah pernah diginikan (diraba bagian kelaminya), putri saya mengaku pernah," ujar TS.
Dari penuturan putrinya, ternyata pelaku pelecehan sama dengan kejadian yang dialami putra dari IV. Putri TS ini pernah diraba mulai dari bagian dada, perut hingga kemaluannya, meski tidak pernah membuka baju anaknya.
"Anak saya ini memang enggak ada perubahan perilakunya. Dia juga tidak takut masuk sekolah dan biasa-biasa saja. Anak kecil kan enggak ngerti kalau dilecehkan. Enggak ngerti sentuhan apa saja yang tidak diperbolehkan," terangnya. TS menduga kejadian pelecehan yang dialami putrinya mulai masuk awal sekolah hingga menjelang libur sekolahan.
"Pengakuan anak saya, pernah mengalami (pelecehan seksual) di toilet, di wastafel, di tangga, maupun di lapangan pada saat bermain. Kapan kejadiannya, saya enggak bisa memastikan. Yang jelas, hampir setiap hari putri saya mengalaminya," terangnya.
"Bahkan, pada saat kejadian di toilet, ada teman anak saya yang mengetahui. Kemudian, gurunya berpesan ke anak-anak, kalau ke toilet enggak boleh sendiri. Minimal dua anak," katanya.
Dia menambahkan, modus pelecehan seksual yang diduga dilakukan KM pengawas OB dan juga keponakan pemilik sekolahan, dengan cara mengajak bermain.
"Orang enggak timbul curiga, karena modusnya pinter, dia mengajak bermain," ujarnya.
Sebelum anaknya mengaku pernah menjadi korban dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh oknum pegawai di sekolahan tersebut, TS sempat curiga dengan imbauan yang disampaikan guru terkait anak-anak yang pergi ke toilet tidak boleh sendirian dan harus minimal 2 anak.
"Awalnya saya enggak curiga tentang imbauan dari guru. Kecurigaan saya muncul bahwa ada yang tidak beres di sekolahan ini setelah ada pengakuan dari putri saya sendiri," tutur TS.
"Mungkin sekolahan tahu ada yang tidak beres, dengan melindungi anak-anak seperti itu," sambung TS. Dia menambahkan, ada mantan wali kelas putrinya yang saat ini sudah tidak mengajar di sekolah elite tersebut menyampaikan, pelaku dilarang mendekati ruang kelas 1.
Kasus yang menimpa putrinya juga dilaporkan ke Polres Sidoarjo pada 20 Juni 2015 dengan nomor laporan polisi, LPB/236/VI/2015/Jatim/RES SDA, pasal 82 UU RI Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.
"Harapan saya, pihak sekolah mau bekerjasama dan kooperatif untuk membantu penanganan kasus ini, dan membantu menemukan saksi-saksi lain. Jangan menutup-nutupi kasus ini," tandasnya.
Sementara itu, Kepala Sekolah SD Anugerah School Wenny saat dikonfirmasi tentang dugaan kasus pelecehan seksual yang menimpa muridnya dan terjadi di lingkungan sekolahan, enggan menjelaskan secara detail.
"Langsung ke polres saja, karena kasusnya ditangani di polres," pungkas Wenny. (roi/hri)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini