"Tiga kejadian ini aku merasa Allah menolong aku dengan kasih sayangnya," kata Yuni saat berbincang dengan detikcom di rumahnya di Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu (24/6/2015).
Kejadian pertama saat Yuni SD, kala itu Yuni masih memeluk agama sebelumnya namun dia sudah mengenal Islam karena lingkungan sekitar seperti pengasuh dan teman-temannya muslim. Bahkan Yuni juga merasa tersentuh saat mendengar azan dan sudah hafal salawat yang biasa dikumandangkan di masjid-masjid.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Keajaiban kedua adalah saat Yuni pulang kuliah. Kala itu dia naik sepeda ontel malam-malam, dari arah belakang ada motor yang menyerempetnya hingga jatuh duduk dan nyaris pingsan.
"Aku jatuh duduk harusnya kena syaraf di ekor belakang, tapi aku nggak papa cuma jari telunjuk aku aja yang bengkak," kenang Yuni.
Keajaiban ketiga ini bagi Yuni merupakan bentuk kasih sayang Allah yang sangat nyata baginya. Kala itu dia baru pulang dari kantornya di Kebayoran sekitar pukul 19.00 WIB. Yuni yang sudah berhijab itu menumpang Kopaja yang berisi 5 orang penumpang.
Di tengah jalan dalam kondisi macet tiba-tiba naik 4 orang bergerombol. Satu di antaranya menodongkan pisau ke arah sopir dan 3 lainnya memalak para penumpang.
Β
"Cara malaknya kasar, dia minta sambil jedotin kepala penumpang. Tapi pas giliran aku, yang malak ini bilang 'Kak minta uangnya dong!'. Mereka minta baik-baik tanpa pukul kepala aku. Penumpang di sebelah aku dan belakang bengong kok aku nggak diapa-apain, padahal mereka dijedotin ke belakang kepalanya sama yang malak-malak itu," kisah Yuni.
Selama kejadian itu ternyata Yuni terus berdoa dan berzikir agar dilindungi. Dan benar saja Allah mengabulkan doa Yuni.
"Dalam hati aku zikir bilang 'Ya Allah tolong selamatin hamba'. Terus saya kasih uang seribu yang ada di kantong baju, padahal di kantong celana ada Rp 200 ribu. Anehnya yang malak itu nerima saja aku kasih seribu," kenang Yuni.
Selain tiga keajaiban itu ada hal lain yang sangat diingat Yuni yakni ketika Yuni akhirnya bisa melihat ayahnya yang selama bertahun-tahun tidak bertemu, meskipun hanya lewat foto upacara kematian sang ayah.
Sejak 2007, Yuni pergi dari rumahnya di Surabaya karena konflik oleh ibu tirinya. Dia beberapa kali berusaha untuk bertemu dan menelepon ayahnya namun selalu gagal. Hingga pada 2014 kemarin dia kenal dengan lembaga Mualaf Center Indonesia dan mengungkapkan keinginannya bertemu dengan ayah.
"Ko Hanny (Hanny Kristianto-pengurus Mualaf Center Indonesia) berhasil bertemu ibu tiri saya dan dibilang ayah sudah meninggal 2011. Akhirnya Ko Hanny membawa foto ayah saat upacara kematian untuk diberikan kepada saya," kenang Yuni sambil mata berkaca-kaca.
Menurut Yuni, ayahnya itu sebenarnya ingin masuk Islam, namun selalu dihalangi oleh keluarga besar. Hal itu diketahui Yuni dari beberapa tindakan sang ayah yang sengaja menyimpan kopiah dan sarung di mobil. Selain itu Yuni juga sering diminta ayahnya untuk mengisi kotak amal masjid.
"Ayah saya itu tertarik ajaran Islam saat melihat orang salat Jumat. Setiap Jumat Ayah sering suruh saya masukin uang ke teromol (kotak amal) masjid," kata Yuni.
Kini Yuni hanya bisa mendoakan ayahnya. Rasa sesal selalu muncul setiap kali teringat ayahnya yang meninggal belum menjadi muslim.
Melihat pengalamannya sulit mendapatkan pengajaran soal agama Islam, Yuni berharap nasib para mualaf seperti dirinya lebih diperhatikan oleh pemerintah dan umat muslim. Mereka butuh bimbingan agama dan juga dukungan moral.
"Mualaf itu kan merasa sudah terusir dan tidak punya siapa-siapa, tapi kan sesama muslim bersaudara jadi perlu dibantu dan masyarat jangan cuek," harapnya.
Halaman 2 dari 1