Isu ini berawal dari pemberitaan tentang tenaga kerja China di proyek pembangunan pabrik semen di Lebak, Banten, yang kerap buang air besar sembarangan. Dari situ, isu berkembang hingga eksodus tenaga kerja dari sebuah pabrik di Manokwari, Papua.
Pemerintah Jokowi dituding membuka keran pekerja asing China dan mempersempit nasib pekerjaΒ dalam negeri seiring dengan meningkatnya kerjasama infrastruktur dengan mereka. Sejumlah berita penandatanganan proyek kerjasama pun ditautkan dengan kabar eksodus.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertanyaan besar pun muncul: apakah nasib Indonesia bakal sama seperti Angola?
Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri menjawab pertanyaan di atas dengan tegas. Dia memastikan tak ada eksodus atau banjir pekerja asal China di Indonesia.
"Tidak benar ada eksoodus karena kami cukup selektif mengeluarkan izin. Semua IMTA (Izin Memekerjakan Tenaga Asing) yang kami keluarkan untuk kedua pabrik ituΒ sifatnya sementara (masa kerja hanya 6 bulan). Setelah itu mereka harus angkat kaki. Lagipula, para TKA itu kan hanya kerja di tahap konstruksi, bukan produksi. Jika konstruksi kelar, mereka segera pulang," tegas Hanif kepada detikcom, Selasa (30/6/2015).
Politisi PKB itu membeberkan data. Untuk dua perusahaan yang disorot yakni, PT Cemindo Gemilang hanya menerbitkan 17 izin pekerja asing dan PT Cimona, menerbitkan 432 izin untuk 6 bulan kerja.
"KarenaΒ 6 bulan,Β maka kami perkirakan sebagian sudah pulang. Kenapa? Karena memang mayoritas dari mereka adalah TK untuk tahap konstruksi saja," terangnya.
Meski begitu, Hanif mengaku mendapat laporan jumlahnya lebih banyak di lapangan. Saat ini, dia sedang memverifikasinya. Jika benar, maka mereka bakal dideportasi.
Data yang dimiliki Hanif, selama periode Januari 2014- Mei 2015, izin bagi tenaga kerja China di Indonesia adalah 41.365. Namun yang masih berada di Indonesia jumlahnya sebesar 12.837. (mad/fdn)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini