Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum nomor 302/VI/KPU/2015 dipermasalahkan karena seorang kepala daerah yang sudah tidak menjabat sebelum masa pendaftaran calon Pilkada dianggap bukan petahana. KPU mengungkapkan bahwa surat edaran itu merupakan penjelasan dari peraturan KPU nomor 9 tahun 2015 tentang pencalonan.
Dalam PKPU nomor 9 tahun 2015 tentang pencalonan pasal 1 poin 19, petahana didefinisikan sebagai 'gubernur atau wakil gubernur, bupati atau wakil bupati, dan walikota atau wakil walikota yang sedang menjabat'. Sebelum PKPU ini ditetapkan, tak ada definisi yang jelas tentang apa itu petahana.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketiadaan definisi petahana itu juga diungkapkan oleh Wakil Ketua Komisi II Ahmad Riza Patria. Selama ini, definisi petahana tak ada di UU Pilkada, namun hanya eksis di kamus.
"Kesalahan kita di UU Pilkada adalah kurang antisipasi, kurang memperjelas. Kurang jelasnya UU Pilkada, lalu ada PKPU," ujar Riza.
Definisi petahana dalam peraturan KPU itu ternyata merujuk pada kamus. Menurut Riza, hingga saat ini belum ada definisi petahana di UU manapun.
"Ternyata definisi petahana tidak ada di UU lain tapi ada di kamus. Tidak ada di UU lain termasuk di UU pilkada," ungkap politikus Gerindra ini.
Riza berujar bahwa surat edaran KPU ini tidak salah dalam mendefinisikan petahana, namun disayangkan karena terbitnya surat edaran membuka ruang bagi petahana untuk dapat mencalonkan keluarganya. Oleh sebab itu, dia meminta agar peraturan KPU yang menjadi pangkal dari surat edaran itu direvisi.
Dalam UU no 8 tahun 2015 tentang Pilkada, pasal 7 poin (r) menyebutkan bahwa calon kepala daerah tidak memiliki konflik kepentingan dengan petahana. Dalam bagian penjelasan, tidak dijabarkan pula definisi dari petahana.
(imk/erd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini