"Tahun 2000 saya masuk Islam. 2000-2003, itu masa jahiliyah. Saya belajar Islam sama orang yang salah. Saya dulu di asrama waktu di agama sebelumnya diam di asrama, hidup humble sehari-hari, nggak kenal perempuan karena disumpah untuk nggak nikah," kisah Steven Indra Wibowo saat berbincang dengan detikcom di Blok M Plaza, Jakarta Selatan, yang ditulis Kamis (18/6/2015).
Dia bertemu dengan seseorang yang menurutnya berpenampilan dan beratribut seperti memakai jubah dan sebagainya . Anehnya, orang itu malah mengajari yang berlawanan dengan ajaran Islam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Selain mengajak ke tempat 'nggak bener', orang tersebut bahkan mengajak Steven minum alkohol.
"Kalau masalah alkohol segala macam dia bilang nggak apa-apa, ya saya oke-oke aja. Itu kesalahan saya pribadi hehehe. Istri saya waktu saya ceritain sekarang ketawa-ketawa saja. Ya udah tobat, sejak itu berhenti," tuturnya sambil terkekeh.
Steven lantas mengatakan 'cukup' setelah orang tersebut mengajak makan siang di bulan Ramadan. Rukun Islam yang 5 menjadi pegangannya.
"Yang bikin saya tertarik sama dia itu dia bilang 'Hati-hati nanti kamu belajar teroris. Iya, ikutin Islam pada umumnya aja di Indonesia'. Dia bulan puasa tengah hari makan, di kampus makan, saya bilang 'eh gue puasa'. Itu agak kontra waktu itu karena kebetulan puasa ada di dalam 5 rukun Islam. Dan saya nggak bisa, 5 itu intolerir buat saya yaitu syahadat, salat, puasa, bayar zakat, haji. 5 Pokok nggak mungkin miss out dengan itu," tegas dia.
Hingga pada tahun 2003, Steven memutuskan untuk menunaikan ibadah umrah di Madinah. Saat umrah dengan beberapa temannya yang mualaf juga, dia bertemu seorang dosen teologi di Madinah bernama Syekh Abdurrahman al-Qadhi. Dia kemudian berkonsultasi masalah agama kepada Syekh Al Qadhi. Barulah Steven menjauhi teman yang 'salah' itu.
"Setelah umrah tahun 2003 baru saya jauhin dia. Hus..hus.hus..lu ngaco, gila lu, parah banget. Sudahlah, saya baru diselametin dari rawa-rawa kan, di sini dicemplungin lagi ke lubang buaya. Syekhku suka bolak-balik ke Indonesia, dia bilang 'Ya memang orang Indonesia itu kaya gitu pada umumnya (memeluk Islam namun masih melakukan beberapa pelanggaran-red). Nothing weird, nothing strange'," katanya sambil terbahak.
Di saat yang sama, saat awal-awal menjadi mualaf, Steven juga masih menghadapi resistensi dari keluarganya. Butuh 3-12 tahun lamanya keluarga bisa menerima dirinya.
"Oh sudah lewat, masanya sudah lewat. Sempat seperti itu, past tense itu. Sudah pasti beaten (dipukul), diusir, tanda tangan notaris pelepasan hak waris, itu semua sudah lewat. Ada konflik 12 tahun, sampai 2012 baru saya diterima. 3 Tahun pertama saya diterima pulang, sisanya masih disindar-sindir. Bagaimana kita strive to survive setelah menjadi Islam itu jauh lebih penting," tuturnya. (nwk/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini