Begini Perjanjian Ki Ageng Giring dan Pemanahan yang 'Diselesaikan' Sultan

Polemik Sabda Raja

Begini Perjanjian Ki Ageng Giring dan Pemanahan yang 'Diselesaikan' Sultan

- detikNews
Sabtu, 09 Mei 2015 10:37 WIB
(Foto: Bagus Kurniawan/detikcom)
Jakarta - Salah satu poin dalam Sabda Raja yang dikeluarkan Sultan Hamengkubawono X adalah menyatakan perjanjian antara Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring telah selesai. Seperti apa perjanjian antara kedua orang pendiri Kerajaan Mataram itu?

Dalam poin keempat Sabda Raja, disebutkan sabda itu mengubah perjanjian pendiri Mataram, yakni Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Perjanjian itu banyak dikupas dalam beberapa literasi mengenai sejarah kerajaan-kerajaan di Jawa.

Dalam "Babad Tanah Jawi" yang telah didialihaksarakan dan diterjemahkan oleh Sudibjo Z.H, disebutkan bahwa Ki Ageng Pemanahan dan Ki Ageng Giring merupakan dua orang yang bersahabat. Ki Ageng Pemanahan mendapatkan hadiah dari Sultan Pajang berupa wilayah hutan Mataram. Hadiah itu diberikan oleh Sultan Pajang karena Ki Ageng Pemanahan berhasil mengalahkan Arya Penangsang.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Cerita berawal ketika Ki Ageng Giring yang berkedudukan di Gunung Kidul, suatu ketika pernah mendapatkan bisikan gaib saat Ki Ageng sedang memanjat pohon untuk menyadap getah. Di tempat itu ada sebatang pohon kelapa, dekat dengan pohon yang dipanjat Ki Ageng. Pohon kelapa tadi selamanya belum pernah berbuah, namun akhirnya berbuah.

"Pada saat itu buahnya hanya satu dan masih muda (degan). Ki Ageng sedang memasang tabung bambu di atas pohon kelapa, kemudian mendengar suara. Ki Ageng Giring, ketahuilah, siapa yang minum air degan itu habis seketika, kelak seanak turunnya akan menjadi Raja Agung di tanah Jawa," demikian bunyi bisikan gaib itu.

Ki Ageng Giring setelah mendengar suara demikian, segera turun dari pohon yang dia panjat. Di bawah setelah selesai meletakkan tabung penyadapan getah, kemudian cepat-cepat memanjat pohon tadi. Maka telah dipetiklah kelapa muda itu dan dibawa turun.

Namun karena ada klausul 'harus habis seketika', sedangkan Ki Ageng Giring pada saat itu belum haus-haus amat, maka dia memilih untuk meminum air kelapa itu pada siang harinya. Ki Ageng Giring memutuskan untuk pergi dulu ke hutan, dan kemudian meminum air kelapa itu sekali tenggak.

Air Kelapa Malah Diminum Ki Ageng Pemanahan

Pada saat Ki Ageng Giring pergi ke hutan demi mendapatkan rasa haus yang teramat sangat, sahabatnya, Ki Ageng Pemanahan tiba di kediaman Ki Ageng Giring. Ki Ageng Pemanahan yang sangat haus setelah berjalan jauh lantas menenggak air kepala 'gaib' , yang rencananya akan diminum oleh Ki Ageng Giring.

Ki Ageng Giring ketika kembali dari hutan hanya bisa meratapi ketika mendapati air degan 'gaib' yang dia petik sudah tidak ada di tempatnya. Dan kemudian Ki Ageng Pemanahan yang ada di situ mengakui dia yang meminum air kelapa muda tersebut.

Ki Ageng Giring setelah mendengar perkataan Ki Ageng Pamenahan merasa seakan hancur hatinya, sedih dan sangat kecewa. Lama ia terdiam. Sebagai seorang yang memiliki kelebihan, maka ia pun mengetahui akan takdir, bahwa sudah takdir Tuhan, Ki Ageng Pamenahan akan menurunkan raja yang menguasai tanah Jawa.

Ki Ageng Giring mempunyai permintaan kepada Ki Ageng Pamenahan, "Adi, permintaan saya begini saja karena air degan sudah Anda minum, bagaimana saya dapat minta kembali? Sudahlah kelak keturunan saya saja bergantian dengan keturunan Anda: turun anda sekali, kemudian bergantian turun saya."

Ki Pemanahan atau Ki Ageng Mataram tidak mau. Permintaan Ki Ageng Giring yang demikian nitu diajukan sampai yang keenam kalinya, Ki Ageng Mataram juga tidak mau. Kemudian ganti ki Giring minta turun yang ketujuh. Ki Ageng Mataram menjawab, "Kakang, Allahu'alam, bagaimana baiknya kelak, saya tidak mengetahui."

Jadi apakah yang dimaksud dengan poin keempat Sabda Raja yang mengubah perjanjian pendiri Mataram yakni Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan itu? Apakah Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat akan terjadi pergantian atau dipimpin dari keturunan Ki Ageng Giring seperti dalam perjanjian mereka berdua? Atau dinasti Mataram tetap dipimpin oleh keturunan Ki Ageng Mataram atau Ki Ageng Pemanahan? Belum diketahui secara pasti.

Sabda Sultan Akhiri Perjanjian Itu

Yang jelas, Sabda Raja yang disampaikan Sri Sultan Hamengkubuwono X menjadi tanda berakhirnya perjanjian antara Ki Ageng Giring dengan Ki Ageng Pemanahan. Selama ini, perjanjian itulah yang menjadi dasar munculnya Mataram sesuai dengan perubahan gelar Sultan.

"Dasare perjanjian Ki Ageng Giring sampun rampung mboten saged dipun ewahi (perjanjian antara Ki Ageng Giring sudah selesai dan itu tidak bisa diubah)," kata Sultan.

Hal ini disampaikan Sultan saat memberi penjelasan soal Sabda Raja di Ndalem Wironegaran, Kraton, Yogyakarta, Jumat (8/5/2015). Sultan menjelaskan, Mataram Lama adalah dari zaman Ken Arok Singosari sampai Kerajaan Pajang. Sedangkan Mataram Baru adalah berdasar pada perjanjian antara Ki Ageng Pemanahan.

"Sekarang perjanjian itu sudah berakhir, dan sudah tidak ada lagi perpisahan antara Mataram Lama dengan Baru," imbuhnya.

Dalam bahasa Indonesia, sabda Raja keempat tersebut artinya begini:

"Allah, Tuhan yang Agung, Maha Pencipta, ketahuilah para adik-adik, saudara, keluarga di Keraton dan abdi dalem, saya menerima perintah dari Allah, ayah saya, nenek moyang saya dan para leluhur Mataram, mulai saat ini saya bernama Sampean Dalem Ingkang Sinuhun Sri Sultan Hamengkubawono Ingkang Jumeneng Kasepuluh Surya ning Mataram, Senopati ing Kalogo, Langenging Bawono Langgeng, Langgeng ing Toto Panotogomo. Sabda Raja ini perlu dimengerti, dihayati dan dilaksanakan seperti itu sabda saya.β€Ž"

(fjp/fjp)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads