"Kita harus memahami hukum pidana. Orang itu terkait apa? Dalam pidana itu sebetulnya perbuatan jahat seseorang itu dengan perbuatannya dengan alat bukti yang cukup itu sebetulnya yang kita proses. Jadi hukum itu ada hukum pidana, perdata, admistrasi negara," kata Wakil Ketua KPK, Zulkarnain, di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (21/4/2015).
Zul membenarkan bahwa Sutan dijerat dengan Pasal 55 KUHPidana, yang berarti mantan ketua komisi VII itu menerima suap secara bersama-sama dan berlanjut. Untuk menjerat anggota komisi VII lain, KPK masih mengumpulkan bukti ada tidaknya peran aktif dari para kolega Sutan itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pasal 55 itu kan berarti turut serta dalam peran pidana. Jadi peran pidana itu kan ada orang yang tidak bersalah, ada orang yang lalai. kalau dari sisi jiwa orang, ada yang jahat, ada yang niat jahat, ada yang masih berencana," tegasnya.
Oleh karena itu, KPK masih mengumpulkan alat bukti untuk menjerat anggota komisi VII selain Sutan. Walaupun, Rudi Rubiandini sebagai pemberi suap sudah menjelaskan bahwa uang USD 200 ribu yang diberikan bukan hanya untuk Sutan, tapi juga untuk anggota komisi VII lain.
"Ini yang harus dibuktikan dengan alat bukti yang cukup. Jadi konteksnya tidak serta merta semua orang yang terlibat secara administrasi hanya mungkin terima sesuatu yang sudah serta merta pidana, tidak begitu," ungkap Zul.
Sebelumnya, dalam eksepsinya, pihak Sutan Bathoegana mempertanyakan soal KPK yang tidak mentersangkakan anggota komisi VII. Padahal, Sutan disangka menerima suap secara bersama-sama.
"Mengapa Penuntut Umum tidak menjadikan anggota Komisi VII DPR masa bakti 2009-2014 yang lain menjadi tersangka/terdakwa dalam perkara pidana korupsi ini? Karena susunan struktur pada Komisi VII adalah kolektof kolegial," ujar anggota tim penasihat hukum Sutan, Budi Nugroho membacakan nota keberatan (eksepsi) di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (20/4).
(kha/aan)