Efektifkah Pemblokiran 22 Situs yang Dianggap Radikal Mencegah Aksi Terorisme?

Efektifkah Pemblokiran 22 Situs yang Dianggap Radikal Mencegah Aksi Terorisme?

- detikNews
Selasa, 31 Mar 2015 11:27 WIB
Kepala BNPT Komjen Saud Usman Nasution. (Foto-Lamhot/detikcom)
Jakarta - Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengakui pemblokiran 22 situs yang dianggap radikal bukan satu-satunya cara untuk mencegah aksi teror. Kepala BNPT Komisaris Jenderal Saud Usman mengatakan, bahwa meski situs diblokir orang bisa membuat tulisan lagi di situs baru.

"Itu (pemblokiran) hanya salah satu cara, karena orang bisa membuka situs baru dan membuat tulisan lagi," kata Saud saat berbincang dengan detikcom, Selasa (31/3/2015).

Menurut Saud, untuk mencegah aksi terorisme semua komponen bangsa harus terlibat. Dia pun mengajak semua komponen bangsa seperti ulama, kiai dan tokoh agama untuk berperan serta mencegah penyebaran ajaran radikal yang mengarah ke aksi terorisme. "Kami mengimbau para ulama, bilamana menemukan sebuah artikel radikal tolong diluruskan," kata Saud.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Para ulama bisa membuat artikel untuk mengimbangi tulisan-tulisan yang mengajarkan paham radikalisme dan ajakan melakukan terorisme di dunia maya.

Selama ini, kata Saud, banyak masyarakat yang membaca sebuah artikel berisi ajaran radikal dari situs-situs tertentu. Sayangnya artikel tersebut hanya menampilkan satu sisi saja yakni ajaran radikal dengan ajakan melakukan aksi teror tanpa ada yang meluruskan.

"Karena bisa saja kalau ada yang membaca artikel radikal mereka bisa terobsesi bila tak ada yang berusaha meluruskan," kata Saud.

BNPT, menurut Saud, mengusulkan agar 22 situs yang dianggap mengajarkan paham radikal diblokir. Usulan disampaikan kepada Kementerian Komunikasi dan Informatika setelah BNPT menerima laporan pengaduan dari masyarakat.

"Hasil penelitian tim kami menyimpulkan bahwa ada beberapa web yang nyata-nyata mengajarkan jihad dan paham radikal dan menyebarkan isu SARA," kata mantan Kepala Detasemen Khusus Antiteror Markas Besar Kepolisian RI itu.

Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyebut sebagian anggotanya (ISP) sudah menerima surat permintaan pemblokiran tersebut dari Kominfo dan Trust Positif, namun sebagian lainnya belum mendapatkan.

"Ke depannya, kami berharap ada sebuah sistem pemblokiran yang bisa dilakukan tersentralisasi atau dilaksanakan oleh pihak ketiga. Dengan demikian jaringan ISP dapat mempertahankan netralitasnya. Mengenai konten negatif di luar pornografi, kami mengusulkan ditetapkan oleh lembaga peradilan," ungkap APJII dalam surat terbukanya.

Sementara, 7 pemimpin dari situs yang diblokir itu siang ini bertandang ke Kominfo. Mereka ingin mendapat penjelasan dari pihak Kominfo mengapa situs mereka diblokir.

(erd/nrl)



Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 

Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Hide Ads