"Ini kan kerajinan rakyat. Sudah terkenal. Mereka membuat petasan untuk tambahan penghasilan. Satu desa seperti itu. Pemerintah harus memberikan solusi, bagaimana membuat mereka alih profesi dengan memberikan lapangan pekerjaan baru," kata kuasa hukum Mbah Meri yang diberikan negara, Joko, saat berbincang dengan detikcom, Jumat (20/3/2015).
Mbah Meri adalah warga Kemandungan, Kelurahan Pesurungan, Kecamatan Tegal Barat Kota, Jawa Tengah (Jateng). Desanya dikenal sebagai Kampung Mercon. Dari 3.563 jiwa warga, 70 persen memproduksi petasan menjelang lebaran. Mereka meracik ramuan obat petasan dalam jumlah besar, kemudian memilin kertas demi kertas sehingga menjadi selongsong petasan. Dalam meracik obat petasan, mereka menggunakan campuran bahan alumunium powder, potasium chlorida dan arang untuk campuran membuat sumbu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Mbah Meri dapat upah Rp 1.000 per ikat. Cuma buat nambah-nambah uang saku lebaran," kata Joko.
Joko berharap ke depan Pemkab Tegal membuat Perda yang mengatur tata cara pembuatan petasan sehingga bisa menjadi solusi berkeseimbangan antara penegakan hukum dengan kondisi sosial masyarakat. Tidak hanya meregulasi soal punishment tetapi juga bagaimana mengatur masyarakat setempat akibat dampak dilarangnya pembuatan petasan.
"Kalau seperti ini, warga ditangkap, tapi masyarakat tidak diberi solusi, ya sama saja mereka akan kembali membuatnya," papar Joko.
Selain Mbah Meri, diadili di kasus serupa adalah Wastiah, Yulia, Sutoto dan Warkonah yang usianya telah lanjut usia semua. Mereka didakwa dengan UU Darurat No 12 Tahun 1951.
"Mereka tidak ada niat membuat bom, petasan kan low explosive. Kemarin pas Imlek banyak petasan, kok nggak ditangkap? Kalau acara kawinan adat Betawi juga pakai petasan, kok juga nggak ditangkap?" ucap Joko.
Mbah Meri kaget tiba-tiba ia ditangkap polisi pada 12 Juni 2014 di rumahnya. Ia ditangkap dengan barang bukti 3.100 butir petasan jenis Leo, 1 meter petasan renteng, 9 kg obat petasan, 1 ikat sumbu, 7 ikat selongsong, 10 butir petasan jenis korek dan 1.400 petasan kecil.
Pendengaran nenek buta huruf itu sudah berkurang karena dimakan usia. Diadili di PN Tegal, Mbah Meri tertib sidang dan selalu datang ke pengadilan sebelum jadwal.
"Jarku ora papa. Lha wong wong tuaku. Tanggaku, pada gawe kabeh. Wis ket mbiyen. Deneng ditangkap? Ya wislah (Saya pikir nggak apa-apa, lha wong orang tua saya, tetangga saya pada bikin semua. Dari zaman dulu bikinnya. Lho kok ditangkap? Ya sudahlah)," kata Mbah Meri pasrah sebagaimana ditirukan Joko.
(asp/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini