Tapi kenyataan menunjukkan suasana yang berbeda. Negeri berpenduduk 78,8 juta itu rupanya berhasil survive, hidup secara lebih mandiri, dan memacu kemajuan secara cukup signifikan. Gross Domestic Product (GDP) Iran tahun 2013 lalu pun tumbuh hingga mencapai lebih dari $US 974 milyar. Mungkin saja angka itu terlalu dibesar-besarkan. Entahlah.
Yang jelas data PBB menunjukkan bahwa GDP Iran tahun 2013 mencapai hampir 500 miliar dolar, di atas Taiwan ($ 489 miliar), Austria ($ 428 miliar), Thailand ($ 420 miliar), dan Malaysia ($ 312 miliar). Sebagai gambaran, GDP Indonesia tahun 2013 mencapai $ 868 miliar.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Industri Iran pun tumbuh moncer. Produksi baja misalnya, mencapai lebih dari 20 juta ton baja matang setahun, dan sekitar 17 juta ton baja mentah per tahun.
Demikian juga pendidikan di Iran, turut menjadi lebih digdaya. Jumlah mahasiswanya kini mencapai lebih dari 4,1 juta orang. Sementara, Β berkat embargo itu, kegiatan Riset and Development Β (R&D) Iran ikut maju pesat. Pada tahun 2013 lalu, R&D Iran mencapai sekitar empat persen dari GDP. Kegiatan riset itu tampak secara kasat mata melalui pameran yang diadakan pemerintah Iran di pusat-pusat penelitian dan teknologi, yang mereka sebut dengan nama Technology Park.
Jumlah 'Technology Park' -nya kini mencapai 32 buah, dan salah satu yang terbesar adalah Pardis Technology Park, di Teheran. Pardis yang diklaim sebagai Silicon Valley-nya Iran itu Februari 2015 lalu juga dikunjungi Menteri Riset dan Pendidikan Tinggi Indonesia, Muhammad Nasir. Saat itu terjadi pembicaraan untuk menggalang kerjasama riset dan pendidikan antara Indonesia dan Iran.
Pertumbuhan ekonomi itu juga terasa melalui denyut pasar-pasar tradisional (Bazaar) yang riuh. Pada kunjungan ke salah satu Bazaar di Teheran Kamis (5 Maret) lalu, rombongan kami merasakan langsung situasi pasar yang penuh sesak. Di situ tampak transaksi antara ribuan pengunjung dan para pedagang yang menjual segala macam barang mulai mainan anak-anak, barang kelontong, peralatan memasak, berbagai pernik keperluan sehari-hari, hingga pakaian dan karpet.
Teriakan sebagian pedagang di sebuah lorong pasar berlomba mencari perhatian pengunjung. Langkah para pembeli itu terhambat oleh ramainya lalu lalang yang nyaris saling berhimpitan karena sesak. Meski begitu, suasana tetap nyaman, karena struktur bangunan pasar kuno itu solid bagaikan benteng yang diperkaya dengan banyak lampu.
Langkah kami kemudian terhenti di sebuah toko kecil penjaja beraneka barang tekstil dan produksi kreatif seperti taplak meja, sarung bantal dan sajadah. Tak terasa, enam lelaki dari Indonesia dan seorang penerjemah lalu asyik menghabiskan waktu di situ.
Β Meski seperti terjebak, semuanya menikmati suasana itu. Bukan hanya karena harga barang yang dijual cukup murah, melainkan lebih karena terkesima melihat wajah ayu sang pemilik toko.
"Lilin cantik" itu bernama Zahra. Ia bukan cuma rupawan, mirip bintang film Bollywood, tetapi juga cakap berbahasa Inggris dan pandai. "Kalau kita bawa ke Indonesia, yakin Zahra akan jadi bintang sinetron di televisi," kata seorang kawan. Nahβ¦
(nrl/nrl)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini