Dalam rapat paripurna yang dipimpin Wakil Ketua DPR Fadli Zon di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa (17/2/2015), Fraksi Partai Demokrat memberikan catatan soal uji publik. Demokrat menuntut agar uji publik tak dihilangkan.
"Uji publik ini sebagai media pencerahan dan pencerdasan pemilih. Ini hak masyarakat. Mereka berhak menyeleksi dan memantau soal rekam jejak. Soal jadwal, sepanjang tidak mengganggu, kenapa kita alergi dan skeptis terhadap uji publik? Masyarakat memang harus dilibatkan," kata Ketua Kelompok Fraksi Demokrat di Komisi II yang juga Wakil Ketua Komisi II Wahidin Halim.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kita harus minta jaminan dari MK agar kita tidak lagi dipontang-panting, lempar kanan-kiri, agar tidak muncul persoalan baru dan atau dijudicial review oleh kelompok-kelompok yang merasa dirugikan," kata Wahidin.
Fraksi PKB melancarkan interupsi catatannya soal Pilkada serentak nasional. Menurut PKB, tak perlu menunggu tahun 2027 untuk menyelenggarakan Pilkada serentak nasional, melainkan harus dilaksanakan pada 2027.
"Sejak awal serentak nasional bukan hanya efisiensi tapi untuk menertibkan kalender politik kita. Maka PKB tetap mengsulkan agar Pilkada serentak nasional tidak 2027, tetapi 2022," kata anggota Komisi II dari PKB Abdul Malik Haramain.
Berikutnya ada Fraksi Gerindra yang memberikan catatan soal persyaratan calon kepala daerah untuk PNS, Polisi, atau Anggota TNI. Dalam Pasal 7 huruf (d), diatur bahwa PNS, Polisi, dan anggota TNI harus mundur dulu. Namun Gerindra ingin agar mereka hanya perlu cuti saja.
"Saya kira ayat ini terlalu kejam. Apa tidak bisa hanya ambil cutoi bagi tentara, PNS, Polisi?" kata anggota dari Gerindra.
Partai NasDem menyoroti soal ambang batas kemenangan nol persen. Menurut NasDem, itu sangat liberal, karena bagaimanapun juga kepala daerah butuh legitimasi dari rakyatnya.
"Ambang batas kemenangan ini sangat liberal," kata anggota dari NasDem.
(dnu/trq)