"Sulitnya penertiban masalahnya antara sopir dan preman di luar organisasi kita. Sopir setoran ke preman, saya nggak ngerti kesepakatan apa antara mereka, mungkin supaya tidak diganggu preman di terminal," ujar Ketua DPD Organda DKI Sahfruhan Sinungan saat dihubungi, Senin (19/1/2015).
"Konteks ke Organdanya nggak ada. Kita repot, bagaimana ambil tindakan sementara sopir sudah puluhan tahun berkoordinasi seperti itu. Permainan ini di lapangan, saya nggak ngerti lah," lanjutnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Nggak ada (aduan ke Organda). Sopir nggak ada ngadu gitu ke Organda. Supaya aman ngetem ada yang koordinir. Pertanyaannya gampang kok, sopir ngetem kok nggak bisa ada tindakan," kata Sahfruhan.
"Selama ini kita sudah koordinasi ke Dishub supaya sopir nggak ngetem. Tahun lalu sempat bersih di Pasar Rebo dan Kampung Rambutan. Eh nongol lagi, nyetor lagi dan ngetem lagi," sambungnya.
Dia hanya berharap aparat penegak hukum dapat turut membantu menertibkan kebiasaan para sopir tersebut. Sebab, dirinya mengerti ini tentu saja bukan sekadar meresahkan para sopir, tetapi juga para penumpang yang harus seringkali menanti bus yang dinaikinya ngetem dalam waktu lama.
"Mereka juga diganggu kalau nggak nyetor. Siapa yang bisa menertibkan tentunya pihak berwenang. Dia yang menciptakan seperti itu. Mereka yang pelihara (budaya seperti itu)," pungkasnya.
Sebelum ini, Gubernur DKI Jakarta Basuki T Purnama (Ahok) juga mengaku sudah mengetahui istilah dan kebiasaan setor 'uang jago' seperti ini. Oleh karena itu, dia langsung mengancam kepala dinas yang bergerak di bidang tersebut untuk segera menindaklanjuti.
"Ya kita sudah tahu. Makanya saya ancam kepala dinas kalau masih ada yang ngetem pasti ada nyetor. Gampang," ujar Ahok di SME Tower, Jl Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Minggu (18/1).
Lantas apa saran Ahok untuk para sopir angkutan umum yang acap kali harus membayar uang setoran tersebut? "Pecat kalau masih nyetor," jawabnya.
(aws/vid)