Presiden Joko Widodo sangat menghawatirkan nasib generasi bangsa karena setiap hari 50 orang tewas akibat narkotika. Di sisi lain, Jaksa Agung menunda-nunda eksekusi mati para gembong narkoba yang telah divonis mati dan berkekuatan hukum tetap. Bahkan eksekusi mati yang digembar-gemborkan dilakukan bulan ini berakhir antiklimaks: batal!
"Kalian kan tahu bagaimana hukuman mati. Bisa pro dan kontra. Sabar dululah," ujar Jaksa Agung Prasetyo usai mengikuti rapat terbatas memberantas narkoba di Kantor Presiden, Jl Medan Merdeka Utara, Jakarta, Rabu (24/12/2014).
Sikap Jaksa Agung itu bertolak belakang pada saat menuntut para gembong narkoba yaitu dengan tuntutan mati. Setelah permintaan dikabulkan pengadilan, jaksa malah enggan melaksanakannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
1. Benny Sudrajat alias Tandi Winardi
2. Iming Santoso alias Budhi Cipto
3. Zhang Manquan
4. Chen Hongxin
5. Jian Yuxin
6. Gan Chunyi
7. Zhu Xuxiong
8. Nicolaas Garnick Josephus Gerardus alias Dick
9. Serge Areski Atlaoui
Dalam permohonannya, jaksa penuntut umum menuntut Benny dan Iming dihukum mati pada 2006 silam. Tapi setelah dipenuhi pengadilan, keduanya malah dibiarkan hidup oleh jaksa di LP Pasir Putih. Gara-gara tidak ditembak mati jaksa, Benny kembali membangun pabrik narkoba dengan mengendalikan dari balik penjara.
Di kasus itu, jaksa juga menuntut mati Zhang Manquan, Chen Hongxin, Jian Yuxin, Gan Chunyi dan Zhu Xuxiong pada Oktober 2006. Namun lagi-lagi setelah tuntutannya dipenuhi oleh Mahkamah Agung (MA), jaksa malah bimbang mengeksekusi mati mereka.
"Lebih cepat lebih baik (eksekusi). Tapi kembali lagi, banyak yang harus dibenahi. Jangan sampai ada beban kelemahan kita yang bisa dipersalahkan," ucap Prasetyo, mantan politikus NasDem.
(rvk/asp)