Pertemuan Kembali Wenni dan Ortu, Keajaiban yang Berawal dari Mimpi

10 Tahun Tsunami Aceh

Pertemuan Kembali Wenni dan Ortu, Keajaiban yang Berawal dari Mimpi

- detikNews
Selasa, 23 Des 2014 10:21 WIB
Dok Detikcom
Banda Aceh -

Suasana haru seketika pecah kala Jamaliah memeluk erat seorang gadis berusia 14 tahun yang baru saja datang ke tempatnya pada minggu pertama Agustus 2014 lalu. Air mata mulai membasahi kedua pipinya. Kedua tangannya terus mendekap tubuh gadis tersebut. Orang-orang di samping Jamaliah ikut terhanyut dalam keharuan.

Gadis yang dipeluk Jamaliah adalah Raudatul Jannah, anaknya yang hilang saat tsunami menghumbalang Aceh pada 26 Desember 2004 silam. Reunian antara ibu dan anak itu terjadi di rumah Zainuddin, saudara kandung Jamaliah.

"Kami sangat bersyukur sekali bisa kembali berkumpul bersama-sama," kata Jamaliah waktu itu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pertemuan Raudatul dengan kedua orangtuanya Septi Rangkuti (52) dan Jamaliah (42) berawal dari mimpi Zainuddin bertemu seorang anak yang baru pulang sekolah. Dalam mimpinya, rambut anak tersebut jatuh ke pangkuan Zainuddin sehingga ia terjaga. Zainuddin menjadi penasaran dengan isi bunga tidurnya.

Berselang beberapa hari kemudian, Zainuddin singgah di sebuah kios untuk mengisi pulsa. Ia duduk di sana sambil mengobrol dengan pemilik kios. Sekonyong-konyong, datang seorang gadis yang baru saja pulang sekolah sambil memegang rapor. Ia memperlihatkan hasil ujiannya pada pemilik kios.

Seketika rasa penasaran Zainuddin muncul setelah memperhatikan adanya kemiripan dengan keponakannya yang hilang 10 tahun silam. Saat sedang mengobrol dengan pemilik kios, tiba-tiba rambut gadis tersebut jatuh di depan kaki Zainuddin. Ia kembali teringat dengan mimpinya pada suatu malam.

"Abang saya kemudian kembali ke rumahnya. Setelah itu ia semakin rajin menyelidiki tentang gadis tersebut," jelas Jamaliah.

Zainuddin kembali ke kios tersebut beberapa jam kemudian untuk menanyakan perihal sosok gadis yang dilihatnya beberapa saat lalu. Dari pemilik kios, Zainuddin mengetahui nama anak tersebut adalah Wenni. Dari dia juga ia mendapat informasi bahwa Wenni merupakan anak korban tsunami dan diasuh oleh seorang nenek di Desa Pulo Kayu, Kecamatan Susoh, Aceh Barat Daya.

Tak menunggu lama, Zainuddin menghubungi orangtua Wenni yang saat itu sudah menetap di Desa Tarigonan, Kecamatan Ulubarungun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara untuk menyampaikan kabar bahagia tersebut. Kedua orang tua Wenni tak lantas percaya anaknya sudah ditemukan. Pasalnya, Wenni masih duduk di bangku kelas empat Sekolah Dasar, sedangkan anaknya yang hilang usianya sudah duduk di bangku Sekolah Menengah Pertama (SMP).

"Zainuddin mengirim foto Wenni kepada kami. Dan saya langsung yakin kalau itu anak saya yang hilang saat tsunami," ungkap Jamaliah.

Kabar anak pasangan Septi dan Jamaliah ditemukan beredar cepat di tempat mereka menetap di Sumatera Utara. Waktu itu, Zainuddin meminta Septi dan Jamaliah agar segera berangkat ke Aceh untuk bertemu dengan Wenni. Tapi keluarga ini tidak punya biaya yang cukup untuk ke provinsi ujung barat Indonesia. Warga di sana secara patungan mengumpulkan uang untuk membantu biaya perjalanan Jamaliah dan Septi.

Beberapa hari sebelum kabar bahagia itu datang, Septi sering gelisah. Ia terus memanjatkan doa agar suatu saat nanti dapat bertemu kembali dengan kedua anaknya yang hilang. Sejak saat itu, Septi bersamaΒ Jamaliah tak henti-hentinya berdoa. Doa kedua diijabah.

Bermodal uang hasil patungan warga, Septi dan Jamaliah mengunjungi rumah Zainuddin di Aceh Barat Daya. Kala tiba di sana, keduanya dipertemukan dengan Wenni. "Ini benar anak saya," kata Jamaliah ketika melihat Wenni.

Wenni merupakan nama yang ditabalkan nenek Maryam, nenek yang mengasuhnya selama bertahun-tahun. Saat ditemukan di Pulau Banyak Aceh Singkil, ia tidak mengingatkan nama sendiri sehingga Maryam memberi nama Wenni. Sebelum tsunami meluluhlantakkan Aceh ia masih bernama Raudatul Jannah.

"Namanya Raudatul Jannah, tapi sekarang sudah diganti jadi Wenni," ungkap Jamaliah.

Wenni ditemukan di Pulau Banyak, Aceh Singkil oleh Bustamil, seorang nelayan asal Aceh Barat Daya. Saat ditemukan, Wenni bersama abangnya Arif masih berada di atas papan. Bustamil sempat merawat Wenni beberapa hari sebelum akhirnya diserahkan pada nenek Maryam. Sementara Arif diasuh oleh orang lain.

Jamaliah masih ingat betul kala petaka itu terjadi. Saat gempa berkekuatan 9,3 Skala Richter mengguncang ia sedang berada di rumah bersama suami dan ketiga anaknya. Mereka keluar rumah begitu bumi bergoyang hebat. Guncangan gempa terasa hingga delapan menit.

Beberapa menit berselang, gelombang dahsyat tsunami menyapu Aceh yang menyebabkan 170 ribu warga tanah rencong meninggal dunia. Puing-puing bangunan berserakan dijalan-jalan maupun di pusat pertokoan. Mayat bergelimpangan tak ada lagi yang peduli. Lebih dari 550.000 warga Aceh terpaksa harus mengungsi.

Septi, Jamaliah dan ketiga anak mereka yaitu Rauda, Arif Pratama Rangkuti dan Zahry Rangkuti berusaha menyelamatkan diri saat mendengar teriakan air laut naik. Septi memeluk Rauda dan Arif kala air laut bewarna hitam mulai menyapu pesisir. Sementara Jamaliah memegang Zahry. Mereka terbawa air saat gelombang pertama menerjang.

Tak lama kemudian, gelombang kedua kembali menyapu Aceh. Septi melihat sebuah papan hanyut terbawa air. Ia meletakkan Rauda dan Arif di atas papan tersebut. Sambil berenang ia terus memegang papan. Namun gelombang yang menerjang Meulaboh semakin besar sehingga kedua tangannya terlepas dari papan.

Setelah air kembali surut, Septi kembali bertemu dengan Jamaliah dan anaknya Zahry. Sementara Rauda dan Arif hilang bersama puing bangunan dan rumah yang diseret gelombang. Beberapa hari pascatsunami, ia terus mencari buah hatinya hingga ke Tapak Tuan, Aceh Selatan. Selain mencari ke sejumlah tempat, ia juga berdoa agar anaknya yang waktu itu masih berusia empat tahun dan tujuh tahun selamat dan dapat berkumpul kembali dengan keluarga.

"Setelah beberapa hari kami cari, Rauda dan Arif tetap tidak kami temukan," kenang Jamaliah.

Sebulan pascatsunami, keluarga Jamaliah pindah ke Desa Tarigonan, Kecamatan Ulubarungun, Kabupaten Padang Lawas, Sumatera Utara. Mereka menetap di sana untuk melanjutkan hidup.

Saat reuni keluarga ini pada 6 Agustus 2014 silam, Rauda tiba-tiba teringat Arif yang juga selamat saat tsunami. Saat bencana itu terjadi, usia Arif masih delapan tahun. Mendapat kabar anak laki-lakinya selamat, Jamaliah mulai mencari kembali ke sejumlah tempat. Ia juga berencana mencarinya ke Aceh Singkil, tempat kedua anaknya ditemukan oleh seorang nelayan.

Hanya berselang sekitar 12 hari, Jamaliah kembali mendapat kabar bahagia. Anak kedua mereka ditemukan di Payakumbuh, Sumatera Barat. Pertemuan itu tak lepas dari peran Lana Lestari, seorang warga di sana. Kala melihat Jamaliah tampil di televisi dalam sebuah wawancara usai bertemu dengan Rauda, Lana mencoba mencari tau keberadaan orangtua Arif.

"Saat itu ibu Jamaliah ada menampilkan foto anak laki-lakinya yang hilang bernama Arif," kata Lana waktu itu.

Saat Jamaliah tampil di telivisi, Lana melihat perempuan tersebut mempunyai kemiripan dengan sosok Arif. Tak lama berselang, ia memanggil Arif dan menanyakan tentang perempuan yang tampil di televisi tersebut.

"Arif langsung menyebut itu ibu saya," jelasnya.

Lana kemudian meminta bantuan seorang wartawan televisi nasional untuk memberikan foto Arif kepada kedua orangtuanya. Hanya berselang beberapa hari, Jamaliah berhasil menghubungi Lana. Ia sempat mengobrol dengan buah hatinya melalui sambungan telepon.

Arif sudah berada di Payakumbuh sejak akhir 2006 silam. Lana pertama kali melihat Arif saat tidur di depan warnetnya awal 2007. Hidup Arif di sana sebagai anak gelandangan dan tidak punya tempat tinggal tetap.

"Waktu itu kepalanya luka dan tidur depan toko warnet kami yang lagi tidak buka. Akhirnya kami persilakan dia masuk ke dalam," jelasnya.

Arif hanya dua hari tinggal di warnet Lana kemudian menghilang. Hidup Arif di Payakumbuh berpindah-pindah. Kadang dia tidur di terminal dan kadang pula di tempat lain.

"Kalau lewat di depan rumah dia sering minta uang. Tapi kalau sudah ada uang ia hilang lagi kemudian balik lagi ke sini," ungkapnya.

Menurut Lana, dirinya tidak mengetahui bagaimana Arif bisa sampai ke Payakumbuh. Karena saat itu, Arif tidak mengerti bahasa Indonesia. "Tidak saya tanyakan karena dia tidak bisa bahasa Indonesia," jelas Lana.

Baru pada Senin 18 Agustus 2014, Jamaliah bersama Septi datang ke Payakumbuh untuk menjemput Arif. Di sana, mereka bertemu di rumah Lana. Arif kemudian dibawa pulang ke Aceh Barat untuk hidup bersama kedua orangtua dan saudara-saudaranya yang lain.

"Kami sangat bersyukur setelah berpisah selama 10 tahun dapat bekumpul kembali bersama anak-anak. Allah mengabulkan doa kami untuk bertemu kembali sama Rauda dan Arif," ungkap Jamaliah.

Kisah Wenni dan Arif yang bertemu kembali dengan keluarganya boleh dibilang keajaiban. Mereka adalah bagian dari ribuan orang yang hilang di Aceh dalam tsunami pada Minggu pagi, 26 Desember 2004 silam. Apakah Anda memiliki cerita tentang tsunami Aceh? Atau memiliki keluarga yang menjadi korban dan belum ketemu sampai sekarang? Bagikan cerita itu ke redaksi@detik.com disertai foto dan nomor kontak.

(try/try)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini
Selengkapnya



Ajang penghargaan persembahan detikcom dengan Kejaksaan Agung Republik Indonesia (Kejagung RI) untuk menjaring jaksa-jaksa tangguh dan berprestasi di seluruh Indonesia.
Ajang penghargaan persembahan detikcom bersama Polri kepada sosok polisi teladan. Baca beragam kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini.
Hide Ads