"Burung unta itu merasa sudah tidak ada yang mengejar kalau sudah berhasil menyembunyikan kepalanya di pojok dan matanya sudah tidak melihat ada musuh. Padahal dia saja yang tidak melihat musuh. Itulah burung unta! Politik burung unta adalah politiknya orang yang pura-pura tidak melihat ada tantangan, ancaman, dan persoalan. Politik yang suka menutup-nutupi masalah," kata politikus Golkar Hajriyanto Thohari saat berbincang dengan detikcom, Senin (22/12/2014).
Hajriyanto yang sejak awal sudah mengambil posisi netral ini menyesalkan komentar-komentar oknum dari kedua kubu yang seakan-akan menggampangkan masalah. Dia menyesalkan pernyataan sejumlah pengurus yang menutupi masalah dengan mengatakan bahwa kondisi di Golkar saat ini bukanlah perpecahan melainkan hanya dinamika internal. Ada pula yang justru menyalahkan pihak-pihak eksternal.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Padahal, survei LSI pimpinan Denny JA sudah menyebutkan bahwa elektabilitas partai Golkar terjun bebas sampai 8,4%. Hajriyanto menyayangkan sikap beberapa oknum yang lagi-lagi terkesan menggampangkan hasil survei tersebut apalagi sampai menyebut itu survei pesanan.
"Hasil survei LSI itu sebaiknya disikapi secara proporsional oleh elite pemimpin di DPP Partai Golkar, baik DPP hasil Munas Bali maupun Munas Jakarta. Benar, hasil survei itu tidak perlu disikapi secara berlebihan seolah-olah menjadi 'lonceng kematian' bagi masa depan Partai Golkar. Tetapi sikap sinisme yang ditunjukkan oleh oknum DPP Partai Golkar atas hasil survei itu tidak mencerminkan sama sekali sikap seorang yang terpelajar," beber mantan Wakil Ketua MPR itu.
Menurut Hajriyanto, para elit di kedua kubu harus membuktikan dirinya terpelajar dengan cara mempertimbangkan hasil survei itu untuk mengambil kebijakan. Dia yakin para pengurus adalah insan-insan berpendidikan tinggi yang bisa membaca hasil survei.
"Bukannya malah bersikap emosional yang mengesankan mengolok-olok atau mencemoohkan lembaga survei seperti itu," pungkas penggagas Munas Rekonsiliasi itu.
(imk/ahy)