Demikian disampaikan Himpunan Penggiat Alam (Hipam), Zulhusni Sukri, kepada wartawan Selasa (9/12/2014). Zulhusni menjelaskan, gajah yang diberi kalung GPS itu mati di tengah perkebunan kelapa sawit di Desa Tengganu Kecamatan Pinggir, Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau. Kalung GPS itu dulunya dipasang oleh Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Riau dengan WWF Riau.
"Pihak BBKSDA Riau telah melakukan autopsi terhadap gajah tersebut. Hasilnya sampelnya dikirim ke Labfor di Bukittinggi. Penyebab kematian belum dapat diketahui," kata Zul.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Padahal gajah itu sebulan lalu sinyalnya masih terpantau dalam kondisi sehat. Terakhir gajah terdeteksi di kawasan rawa-rawa sebelum akhirnya ditemukan mati," kata Zul.
Zul menjelaskan, gajah dewasa yang mati itu berjenis kelamin betina dengan usia diperkirakan 30 tahun. Gajah ini masuk dalam kelompok 11 ekor gajah liar di wilayah Bengkalis.
"Kita perkirakan gajah ini sudah mati 5 hari lalu sebelum ditemukan warga. Ini bisa diprediksi karena saat ditemukan kondisinya sudah membusuk," kata Zul.
Di perkirakan, lanjut Zul, gajah yang mati berasal dari kawasan Suaka Margasatwa Balai Raja. Satu sisi kawasan hutan alam itu sudah beralih fungsi menjadi perkebunan sawit.
Β
Dalam catatan detikcom, kasus gajah mati tak wajar di Riau masih terus terjadi. Ini karena konflik dengan masyarakat. Gajah selalu dianggap hama karena merusak atau masuk perkampungan penduduk. Padahal perkebunan dan perkampungan warga itu dulunya status kawasan hutan alam yang menjadi habitat gajah.
Sejak tahun 2012 hingga sekarang, sudah tercatat 46 ekor gajah liar mati tak wajar. Kematiannya sengaja diracun oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab.
(cha/try)