Perdebatan pengosongan kolom agama di luar 6 agama yang diakui pemerintah di KTP masih terus terjadi. Organisasi agama Khonghucu (MATAKIN) menilai agama atau kepercayaan lain di luar 6 agama yang diakui juga harus dicantumkan.
"Intinya kami berpendapat kolom agama tetap ada tapi dalam pendapat agama-agama yang di luar 6 itu harus dicantumkan," kata Wakil Ketua Umum Matakin Uung Sendana di gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jalan Medan Merdeka Barat, Jakpus, Senin (23/11/2014).
Menurutnya, agama dan kepercayaan yang menjadi hak asasi seseorang yang sudah seharusnya diakui negara. Ia mengkritik pemerintah tertentu yang memaksa seseorang harus masuk suatu agama atau tidak akan mendapat KTP.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Soal pemaksaan pihak Pemda pada seseorang yang meyakini agama di luar dari yang diakui pemerintah ini sudah pernah disuarakan Mendagri Tjahjo kumolo. Politisi PDIP itu menjelaskan ia mendapat banyak keluhan warga yang dipaksa masuk salah satu agama atau tidak akan mendapat KTP.
Padahal, pengosongan agama di luar dari yang diakui pemerintah memiliki dasar hukum yang kuat yakni Pasal 64 ayat 5 UU No 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Dalam UU itu disebut seseorang boleh mengosongkan kolom agamanya namun tetap harus dicatat dalam database kependudukan.
Ia meminta pemerintah mengakui agama-agama lainnya di luar yang selama ini diakui. "UU itu melindungi semua agama, tapi memang selama ini hanya melayani enam. tetapi agama-agama yang lain di Indonesia harusnya dilindungi, harusnya diperbolehkan. Mereka kan punya hak hidup. mereka juga bagian dari bangsa Indonesia. tidak boleh mereka dimarginalkan, diperlakukan tidak adil," ucapnya.
Sebelumnya, pihak Kemendagri pernah menyatakan akan akan mengadakan pertemuan dengan organisasi-organisasi keagamaan terkait agama-agama di luar dari yang diakui yang bisa digolongkan tidak sesat. Namun, belum ada kepastian kapan pertemuan ini akan berlangsung.
(bil/rmd)
Hoegeng Awards 2025
Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini