"Kesepakatan itu tentu patut disambut positif. Sebab dengan demikian DPR bisa secepatnya bekerja sebagai mitra pemerintah. Tapi dalam jangka pendek ini masih belum bisa bekerja. efektif baru tahun depan," ujar pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Syamsuddin Haris saat berbincang, Senin (17/11/2014) malam.
Menurut Syamsuddin, hal pertama yang harus dilakukan DPR pasca kesepakatan damai adalah mengimplementasikan lima poin kesepakatan itu. Yang terpenting dalam kesepakatan itu bukan bagi-bagi kekuasaan, tetapi revisi Undang-undang No 17 tahun 2014 tentang MD3 dan Perubahan Peraturan DPR RI No 1 tahun 2014 tentang Tata Tertib DPR RI.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Syamsuddin juga mengatakan, meski telah dicapai kesepakatan damai, tidak berarti menghapuskan identifikasi nama KMP dan KIH. Sebab lanjut dia, esensi dari polarisasi politik ini adalah adanya partai pendukung pemerintah dan partai di luar pemerintahan. Bahkan perseteruan KMP dan KIH dapat muncul kembali dalam wacana yang lain.
"Saya duga tidak selesai dengan kesepakatan, penamaan koalisi itu. KMP dan KIH tetap berlanjut. Kalau ada statement yang katakan tidak ada KMP dan KIH, itu diplomasi aja. Esensinya tetap ada, partai pendukung pemerintah, dan di luar pemerintahan. Apapun namanya," pungkasnya.
KMP dan KIH menandatangani kesepakatan damai di DPR. Perjanjian damai ini ditandatangani di Gedung Nusantara IV, Senayan, Jakarta, Senin (17/11/2014) pukul 13.30 WIB. Penandatanganan disaksikan oleh seluruh pimpinan DPR dan pimpinan fraksi.
(rmd/imk)