Direktur Pengolahan Hasil, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan, Abdul Rokhman yang didampingi staf berkeliling di kios-kios pedagang ikan. Tiga ekor ikan diambil dan diteliti tim dari Laboratorium Pengujian dan Pengawasan Mutu Hasil Perikanan Kota Semarang dengan beberapa alat laboratorium yang sudah disiapkan di pasar.
Abdul Rokhman mengatakan dari tiga sampel yang diambil secara acak itu tidak ditemukan ikan yang mengandung formalin. Hal itu dilihat dari kertas tester yang tidak berubah ungu tua.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu kios yang dinyatakan bebas formalin adalah milik Romanah. Abdul kemudian memasang stiker dengan tulisan "jangan !!! Menggunakan Formalin". Romanah dan pegawainya pun berteriak setelah Abdul selesai menempel stiker.
"Laris, laris," teriak pedagang tersebut.
Abdul menambahkan kegiatan di pasar Rejomulyo itu dalam rangka bulan mutu perikanan tahun 2014. Pihaknya juga melakukan sosialisasi tentang bahaya formalin.
"Untuk pengawasan selanjutnya akan diserahkan ke teman-teman daerah," tegasnya.
Ia mengatakan masih ada masyarakat yang menggunakan larutan berbahaya itu untuk mengawetkan bahan makanan termasuk ikan. Padahal jika dikonsumsi 2 sendok atau 30 ml saja, formalin bisa mengakibatkan kematian. Gejala jika formalin tertelan adalah tenggorokan dan perut terasa panas, mual, muntah, hingga kejang.
"Bisa juga menyebabkan kerusakan hati, jantung, otak, limpa, pankreas, sistem susunan syaraf pusat, dan ginjal," tutur Abdul
Menurutnya hingga saat ini masih banyak masyarakat yang belum bisa membedakan ikan yang dilumuri formalin atau ikan segar biasa. Abdul menjelaskan, ikan yang mengandung formalin bericiri-ciri warna insang tua, daging berwarna putih bersih, bau menyengat, bau formalin, kulit cerah, daging kenyal, dan tidak mudah busuk serta tidak dihinggapi lalat.
"Ciri ikan bebas formalin adalah warna insang merah segar, bau khas ikan, mudah busuk dan dikerubuti lalat," terangnya
Monitoring yang dilakukan di pasar ikan terbesar di Semarang itu memang sengaja dilakukan malam hari. Hal itu karena kesibukan pasar ikan terjadi malam hari dan pada pagi harinya ikan-ikan sudah habis dikirim ke konsumen atau pedagang di pasar-pasar.
(alg/jor)