Pada persidangan di PN Tipikor Jakarta, Senin (29/10/2014) hari ini, jaksa mendakwa Drajad Adhyaksa yang merupakan Pejabat Pembuat Komitmen di SKPD Dinas Perhubungan Provinsi Jakarta tahun anggaran 2013 dan juga Seyito Luhu selaku Ketua Panitia Pengadaan Barang dan Jasa di Dishub DKI.
Surat dakwaan juga menyebut keterlibatan mantan Kadishub DKI Udar Pristono yang juga telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terkait perkara ini. Selain kedua terdakwa dan Udar, jaksa juga menyebut keterlibatan Direktur Pusat Teknologi Indiustri dan Sistem Transportasi BPPT Prof Prawoto.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kasus ini berawal dari adanya anggaran untuk pengadan busway articulated dan busway single di Pemprov DKI pada tahun anggaran 2013 sebesar Rp 848, 1 miliar. Di samping itu Pemprov juga memiliki anggaran untuk peremajaan angkutan umum sebesar Rp 299,3 miliar.
Berikut modus korupsi yang dipaparkan jaksa:
1. Penunjukan Langsung Pihak Perencana
Pelanggaran pertama adalah pada saat Prof Prawoto dan tim dari BPPT menyusun laporan akhir perencanaan pengadaan bus yang terkait dengan pengerjaan swakelola. Jaksa menyebut pekerjaan itu menyalahi ketentuan yang ada. "Pekerjaan perencanaan yang dilaksanakan Prof Prawoto dan tim tidak sesuai dengan ketentuan pekerjaan swakelola sebagaimana diatur dalam Perpes 54 Tahun 2010 tentang pengadaan barang dan jasa," ujar Jaksa Immanuel Richenderyoht membacakan surat dakwaan.
Jaksa menyatakan seharusnya tetap diperlukan panitia pengadaan untuk memproses pemilihan penyedia barang/jasa dalam pelaksanaan swakelola dengan metode pelelangan. Bukan hanya sebatas penunjukan langsung. "sebagaimana pekerjaan perencanaan yang ditugaskan Udar Pristono kepada Prof Prawoto," kata jaksa Immanuel.
2. HPS Berdasarkan Tawaran Agen Pemegang Merk
Pelanggaran selanjutnya adalah perencanaan spesifikasi teknis hanya berdasarkan hasil review spesifikasi pada tahun 2012 dan juga mengacu kontrak pada tahun tersebut. Tak hanya itu saja, jaksa menyebut penentuan Harga Perkiraan Sendiri (HPS) mengacu pada kontrak tahun 2012 yang ternyata besarannya berdasarkan penawaran dari agen pemegang merk tertentu yaitu: PT Inka, PT Korindo, PT Mobilindo Armada, PT San Abadi.
"Dan tidak membandingkan harga produk sejenis dari negara lain sehingga tidak memenuhi tiga harga pasar dari negara yang berbeda," ujar jaksa Immanuel.
Begitu juga dengan penentuan HPS untuk karoseri yang hanya berdasarkan angka dari PT Restu Ibu Pusaka dan PT Delima Mandiri. "Sehingga tidak memenuhi syarat penyusunan HPS yang mengharuskan adanya tiga harga pasar dari negara yang berbeda dan lebih mengarah kepada perusahaan tertentu," lanjut jaksa.
Disebutkan dalam dokumen lelang, sudah ditentukan bahwa harga on the road untuk satu unit busway articulated adalah Rp 4,011 miliar. Sedangkan
3. Post Bidding
Tak berhenti sampai di situ, terdakwa Setiyo yang merupakan Ketua Panitia Pengadaan disebut jaksa sengaja melakukan post bidding, yakni mengubah, menambah atau mengganti dokumen engadaan setelah batas akhir masuknya penawaran. Hal tersebut melanggar sejumlah aturan mengenai pengadaan.
Tindakan post bidding tersebut adalah dengan cara menambahkan persyaratan administrasi tentang tanda pendaftaran tipe (TPT) dan persyaratan keagenan dari Kementerian Perindustrian. Padahal sebelumnya persyaratan tersebut tidak tercantum dalam dokumen pengadaan yang di-upload para peserta lelang dan juga tidak pernah diberitahukan sebelumnya kepada para peserta lelang. Dengan tindakan post bidding ini menyebabkan gugurnya sejumlah perusahaan peserta lelang.
4. Perusahaan Pemenang Tidak Kompeten
Setelah proses seleksi selesai, diumumkanlah perusahaan pemenang lelang. Untuk pengadaan busway articulated paket I dimenangkan PT Korindo Motors, busway articulated paket IV dimenangkan PT Mobilindo Amada Cemerlang, busway articulated paket V dimenangkan PT Ifani Dewi dan busway single paket II dimenangkan PT Ifani Dewi.
"Padahal Setiyo Tuhu selaku ketua panitia pengadaan dan anggotanya mengetahui bahwa masing-masing perusahaan pemenang lelang sebagai leadfirm sebenarnya tidak memenui persyaratan," ujar jaksa Immanuel.
Perusahaan-perusahaan itu, kata jaksa tidak memiliki kemampuan dasar sesuai dengan bidang pekerjaan karena berdasarkan Kerangka Acuan Kerja (KAK) ditentukan pekerjaan konstruksi, tetapi dalam penawaran ketiga perusahaan pemenang lelang adalah pekerjaan pengadaan. Tak hanya itu saja, untuk tanda pendaftaran tipe dari PT Korindo Motors, PT Mobilindo Armada Cemerlang, Ifani Dewi yang dimuat dalam dokumen penawarannya, berat maksimal busway articulated adalah 31.000 Kg. Padahal dalam Kerangka Acuan Kerja (KAK) maksimal busway articulated adalah 26.000.
5. Tak Terpenuhi Spesifikasi Teknis
Setelah dilakukan tahap pemeriksaan terhadap TransJ yang didatangkan oleh perusahaan-perusahaan pemenang lelang, diketahui beberapa di antaranya tidak memenuhi spesifikasi teknis.
"Karena tidak terpenuhinya spesfikasi teknis seharusnya busway tersebut tidak diterima dan tidak perlu dibayar. Sehingga pembayaran yang telah dibayarkan menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 390,3 miliar," kata jaksa Immanuel.
Uang tersebut di atas terdiri dari uang yang dibayarkan ke PT Korindo Motor Rp 113,8 miliar., Mobilindo Armada Cemerlang Rp 105,7 miliar, PT Ifani Dewi sebesar Rp 103,3 miliar dan Rp 67,4 miliar.
Kerugian negara tak cukup sampai di situ. Pada proses pengawasan pekerjaan juga menimbulkan kebocoran anggaran sebesar Rp 2,4 miliar.
(fjr/fdn)